JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai harus memuat penegasan pemaksaan aborsi sebagai bentuk kekerasan seksual.
Peneliti Indonesian Judicial Research Society (IJRS) Marsha Maharani mengungkapkan, hal tersebut penting menyusul aborsi tidak masuk di dalam daftar jenis tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) di dalam Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS.
"Untuk pemaksaan aborsi juga perlu ditegaskan kalau ini kekerasan seksual. Karena berbeda dengan perkosaan, UU TPKS tidak menyebut pemaksaan aborsi sebagai kekerasan seksual, dan juga tidak didaftarkan sebagai kekerasan seksual berdasarkan UU lainnya," ujar Marsha dalam diskusi yang dilakukan melalui Twitter Space, Kamis (14/4/2022).
Baca juga: Tutup Masa Sidang DPR, Puan Singgung Pengesahan RUU TPKS
Ia menjelaskan, di dalam KUHP yang saat ini berlaku, pemaksaan aborsi tergolong sebagai tindak pidana terhadap nyawa.
Sementara, di dalam draf revisi Revisi KUHP, pemaksaan aborsi tergolong sebagai tindak pidana terhadap nyawa dan janin.
"Oleh karena itu RKUHP perlu menambahkan dan menegaskan kembali bahwa perbuatan pemaksaan aborsi bentuk kekerasan seksual agar nantinya korban pemaksaan aborsi menjadi subyek dari UU TPKS dan bisa dilindungi hak-haknya," jelas Marsha.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga sebelumnya sempat mengungkapka akan memperjuangkan peraturan mengenai pemaksaan aborsi dan perkosaan setelah tak masuk di dalam rumusan UU TPKS.
UU TPKS sendiri telah disahkan DPR RI pada 12 April 2022 lalu.
"Ini pasti kita akan perjuangkan, pasti pemerintah akan perjuangkan," ujar Bintang dalam media briefing yang dilakukan secara virtual, Jumat (8/4/2022).
Baca juga: Tak Diatur di UU TPKS, Rumusan Perkosaan Diminta Diperkuat di Revisi KUHP
Ia pun menyadari pentingnya aturan mengenai perkosaan dan pemaksaan aborsi sebagai bagian dari kekerasan seksual. Namun demikian, keduanya tidak akan diatur secara langsung melalui RUU TPKS, namun masuk dalam KUHP yang saat ini masih dalam proses revisi.
"Pemerintah akan memperjuangkan pengaturan kedua bentuk kekerasan tersebut nantinya akan diatur di dalam rangcangan revisi KUHP. Ini sudah dipertegas oleh Pak Wamenkumham (Edward Omar Sharif Hiariej)," ujar Bintang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.