JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) kini tengah gencar membongkar berbagai aksi kejahatan keuangan berupa investasi ilegal. Sejumlah tersangka juga sudah ditangkap dan ditahan.
Setelah mengungkap dugaan penipuan aplikasi trading binary option Binomo, Quotex, Viral Blast Global, Evotrade hingga robot trading Fahrenheit, kini polisi membongkar dugaan penipuan berkedok robot trading DNA Pro.
Korban dari kasus DNA Pri diduga mencapai ratusan orang dengan jumlah kerugian ditaksir mencapai hampir Rp 100 miliar.
Menurut penjelasan yang didapat dari LinkedIn, DNA Pro merupakan sebuah platform yang menggunakan aplikasi robot trading produk dari PT DNA Pro Akademi. Robot trading ini dijual kepada para anggota.
Baca juga: Polisi Akan Panggil Ello dan Billy Syahputra Terkait Kasus Robot Trading DNA Pro Pekan Depan
PT DNA Pro Akademi adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa Education Center di bidang Digital Global Investment yang berlokasi di Jakarta Barat. Dalam profilnya, PT DNA Pro Akademi mengklaim sebagai perusahaan Software Autopilot Trading Nomor Satu di Indonesia.
Mereka mengeklaim memiliki misi manfaat bagi banyak orang dengan menjadi pusat pendidikan dan pelatihan yang memberikan nasehat dalam trading.
"Kami juga memandu Anda untuk masuk ke pasar berjangka dan melakukan analisis pasar produk," demikian isi penjelasan yang ditulis di laman LinkedIn PT DNA Pro Akademi.
Robot trading sebenarnya berfungsi untuk meningkatkan keuntungan bagi pengguna dalam menjalankan bisnis. Namun, beberapa robot trading yang tidak terdaftar atau ilegal justru merugikan penggunanya.
Robot trading DNA Pro menerapkan sistem penjualan langung dengan skema piramida atau ponzi dalam kegiatannya.
Baca juga: Ivan Gunawan Akui Jadi Ambassador Kasus DNA Pro, Dikontrak 3 Bulan untuk Promosi di Instagram
Padahal, skema ponzi adalah salah satu bentuk investasi bodong. Dengan menggunakan modus ini, pelaku menawarkan keuntungan yang besar dalam waktu singkat kepada korban.
Cara itu digunakan oleh Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi alias Charles Ponzi yang berasal dari Italia pada 1900-an. Dia membuat skema bisnis investasi dan menjanjikan keuntungan besar bagi anggotanya.
Akan tetapi, yang dilakukan Ponzi dia tidak menanamkan uang para pemodal awal untuk berbisnis. Namun, dia hanya membayarkan modal dan keuntungan para investor awal dengan uang yang diterima dari para investor baru.
Prinsip itu yang dipakai oleh sejumlah kejahatan keuangan di dunia dan Indonesia sampai saat ini, termasuk dengan platform digital.
Baca juga: Co-Founder DNA Pro Mengaku Beri Uang Sekoper ke Rizky Billar dan Lesti Kejora
Skema piramida dan skema ponzi pada dasarnya tidak jauh berbeda. Secara umum, skema piramida menggunakan barang atau entitas untuk diperdagangkan.
Awalnya cara ini dilakukan untuk menarik minat member. Namun, nilai barang tersebut tidak menjadi hal penting.