Para elite di lingkaran kekuasaan memiliki sumber daya dan akses lebih besar dari siapapun dalam memproduksi wacana dan mendistribusikan wacana, rencana kebijakan, dan berbagai isu lainnya. Mereka memiliki dukungan aparatus, perangkat, dana, untuk mengendalikan medium-medium pembentuk opini, dengan media internal, media komersial, sampai pada media sosial yang dikelola “pasukan siber bayaran” mereka.
Manuver penunda pemilu mendapat 54.444 mentions dalam tempo waktu 1-12 Maret 2022, yang terdiri dari “isu pemilu” di Twitter 38.248 dan media online 15.866 mentions. Meskipun mentions dan berita media online itu tidak otomatis mendukung penundaan Pemilu 2024, data itu menunjukkan wacana penundaan pemilu membetot perhatian masyarakat.
Dalam peryataannya, Presiden Jokowi menyampaikan, “Jangan menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus kepada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi. Jangan sampai ada yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan (pemilu), urusan perpanjangan (jabatan presiden), ndak."
Sejauh ini permainan para penggagas penundaan pemilu sudah berakhir sejak Presiden Jokowi melarang pembantunya mewacanakan lagi hal itu, dan perpanjangan masa jabatan. Masalahnya, siapa yang bisa menjamin wacana dan lobi-lobi politik seputar penundaan pemilu berakhir?
Menjaga “kemenangan” sampai akhir permainan, itu kaidah dalam pertandingan. Prinsip pertandingan demikian berlaku dalam membuktikan sikap politik Presiden Jokowi bahwa rezim ini konsisten menjalankan konstitusi.
Para mahasiswa memerlukan ruang tersendiri untuk mengawal sikap Presiden Jokowi dan para pendukungnya konsisten dan konstitusional. Strategi ini bisa dipadankan sebagai counterpower, yang praktiknya memerlukan blow up medium-medium komunikasi dan informasi, baik dalam bentuk media konvensional (televisi, radio, media cetak) maupun media baru (media daring, media sosial), sebagaimana para pemangku kekuasaan melakukan strategi serupa.
Para "brutus" telah membuat propaganda dengan membingkai wacana bahwa masa depan Indonesia di tangan pemerintah Jokowi. Strategi propaganda mahasiswa harus dilakukan juga untuk menyebarkan antitesis bahwa masa depan Indonesia tidak di tangan Jokowi.
Sejauh ini counterpower semacam itu efektif ketika Presiden Jokowi menggerakkan sumber daya pemerintah dan lembaga negara terkait penyelenggaraan pemilu untuk menegaskan ke masyarakat bahwa pemilu legislatif dan presiden tetap dilaksanakan 14 Februari 2024.
Ada waktu 20 bulan menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden masa jabatan 2024 – 2029. Lubang-lubang yang bisa dimainkan oleh para "brutus" maupun perlawanan dari mahasiswa terhampar luas. Para petualang kekuasaan memiliki peluang untuk melakukan manuver politik untuk memperjuangkan terjadinya penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden. Sebaiknya para mahasiswa memiliki kesempatan untuk menggalang kekuatan dan membendung ambisi-ambisi politik para "brutus" kekuasaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.