JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Sekretariat Negara (Setneg) saling memperebutkan wewenang pengundangan peraturan perundang-undangan. Tindakan itu pun dinilai sebagai tindakan yang memalukan.
Hal ini terjadi saat pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP).
Keributan bermula ketika pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 64 untuk Pasal 85.
Pada Ayat (1) disebutkan bahwa "Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara."
Mengacu pada hal ini, artinya pengundangan menjadi ranah Kemensetneg.
Baca juga: Baleg Buka Peluang Revisi UU PPP Dibawa ke Rapat Pleno Besok
Sementara pada Ayat (2) berbunyi "Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan."
Artinya, ranah pengundangan jika merujuk pasal tersebut justru berada di Kemenkumham.
Untuk diketahui, merujuk pada ketentuan dalam UU 12/2011, peraturan perundang-undangan yang dimaksud pada Pasal 82 huruf a, b dan c yakni UU/peraturan pemerintah pengganti UU; peraturan pemerintah; dan peraturan presiden.
Sementara, huruf d yang dimaksud yakni peraturan perundang-undangan lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Adapun dalam Pasal 83 disebutkan bahwa "Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia meliputi Peraturan Perundang-undangan yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia."
Baca juga: Revisi UU PPP Dimulai, Prosesnya Ditargetkan Kelar Sepekan
Saling klaim berwenang
Untuk diketahui, DIM yang menjadi persoalan tersebut ke depan akan mengarah pada pengklasteran pengundangan.
Dijelaskan, UU dan peraturan pemerintah (PP) bakal diundangkan oleh Setneg. Sementara, Kemenkumham dinilai berwenang mengundangkan ketentuan perundang-undangan lainnya.
Sesaat kemudian, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Benny Riyanto mengaku bingung terkhusus mengenai pembahasan DIM tersebut.
Sebab, ia mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memanggil Menkumham Yasonna Laoly dan Mensesneg Pratikno sebelumnya untuk membahas soal pengundangan.
"Kami sebagai pelaksana di lapangan juga bingung, karena kemarin itu ada dua menteri yang dipanggil presiden, yaitu Menkumham dan Mensesneg," jelas Benny.
"Selesai dipanggil presiden, Pak Menkumham itu langsung telepon saya dan beliau mengatakan bahwa kami sudah ada titik temu bersama Mensesneg di hadapan bapak presiden," sambungnya.
Baca juga: Tanggapi KPK, Yasonna Sebut RUU Perampasan Aset Dibahas Setelah Revisi UU PPP dan Cipta Kerja
Pendapat berbeda justru dilontarkan oleh Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kemensetneg, Lydia Silvanna Djaman.
Menurut dia, Mensesneg Pratikno justru menegaskan sikap pemerintah tetap sesuai DIM yang termaktub.
"Kami juga sudah berkoordinasi dari semalam ketika mendengar berita yang disampaikan oleh Pak Benny, bahkan tadi sampai di sini kami juga mendengar berita itu," kata dia.
"Berulang-ulang kali mengkonfirmasi pada Pak Mensesneg. Dan Pak Mensesneg sesuai arahan Pak Presiden, itu DIM pemerintah dipertahankan," lanjut Lydia.
Memalukan
Melihat hal tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menilai, apa yang dipertontonkan dua perwakilan pemerintah itu sebagai tindakan yang memalukan.
Seolah, kata dia, DPR justru bertindak sebagai fasilitator atas perebutan kewenangan kedua instansi itu.
"Pemerintah ini memalukan. Bagi saya, diselesaikan saja di Pemerintah. Jangan jadikan DPR sebagai fasilitator dalam keributan ini," kata Willy dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU PPP, Rabu (13/4/2022).
Menurut Willy, pemerintah semestinya sudah satu suara ketika berdiskusi di DPR untuk membahas RUU PPP.
Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU PPP, Siap Akomodasi Metode Omnibus Law di UU Cipta Kerja
Untuk itu, ia berharap kejadian perebutan pengundangan ini tidak lagi terjadi ke depannya.
"Ini menjadi pembelajaran bagi kita. Harusnya Pemerintah bisa satu suara," ucapnya.
Hal yang sama diutarakan oleh Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi. Menurutnya, keributan di internal pemerintah tidak perlu terjadi saat pembahasan dengan Baleg.
Pasalnya, apa yang dipertontonkan keduanya justru berpotensi memunculkann kerancuan pada DIM yang dimaksud. Sehingga, perlu diputuskan apakah pengundangan menjadi ranah milik Setneg atau Kemenkumham.
"Ya kalau mau Setneg, Setneg semuanya. Kalau mau Menkumham, Menkumham semuanya. Kalau ada opsi-opsi baru seperti itu, di lapangannya akan ruwet," tegas Baidowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.