JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR membuka peluang revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) dibawa ke rapat pleno Baleg untuk pengambilan keputusan tingkat I pada Selasa (12/4/2022) besok.
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan, Baleg menjadwalkan rapat panitia kerja (panja) pada Senin (11/4/2022) malam ini untuk menuntaskan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).
"Rapat panja pukul 20.30 WIB, bisa saja pengambilan keputusan tingkat I besok," kata Baidowi saat dihubungi, Senin.
Baca juga: Revisi UU PPP Dimulai, Prosesnya Ditargetkan Kelar Sepekan
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menekankan, selesai tidaknya revisi UU PPP akan berpulang pada dinamika politik yang terjadi di antara fraksi-fraksi.
Ia menyebutkan, ada dua hal yang belum disepakati oleh pemerintah dan DPR, pertama terkait pengundangan peraturan perundang-undangan di mana pemerintah ingin hal itu menjadi kewenangan Kementerian Sekretariat Negara.
Sementara, DPR ingin agar pengundangan tetap menjadi wewenang Kementerian Menteri Hukum dan HAM seperti yang terjadi selama ini.
Isu kedua yang belum menemukan kata sepakat ialah terkait menteri yang mengkoordinasikan sengketa perundang-undangan di Mahkamah Konstitusi (MA) dan Mahkamah Agung (MK).
"Itu pemerintah minta dihapus," ujar Baidowi.
Baca juga: Baleg Targetkan Revisi UU PPP Rampung dalam Sepekan
Sementara, DPR mengusulkan agar penanganan sengketa di MK maupun MA dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Baidowi pun membantah anggapan bahwa DPR mengebut pembahasan revisi UU PPP karena menurutnya hal ini sudah disiapkan sejak lama.
"Revisinya kan sedikit. Lalu kami menyiapkan sejak akhir tahun lalu kok dibilang cepat?" kata dia.
Seperti diketahui, DPR dan pemerintah mulai membahas revisi UU PPP pada Kamis (7/4/2022).
Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU PPP, Siap Akomodasi Metode Omnibus Law di UU Cipta Kerja
Salah satu subtsansi yang akan masuk dalam revisi UU PPP adalah ketentuan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.
Hal itu adalah tindak lanjut dari putusan MK yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, salah satunya karena metode omnibus yang digunakan saat membentuk UU Cipta Kerja belum memiliki landasan hukum.
"Penyelesaian perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini sebagai dasar tentunya untuk perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam rapat pleno Baleg DPR, Kamis pekan lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.