JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara sekaligus anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshidiqie menganggap bahwa isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak perlu dianggap serius.
Menurutnya, wacana ini tidak produktif dan merugikan bangsa karena dapat menimbulkan pertengkaran yang tidak perlu.
“Bisa saja ini disengaja untuk mengalihkan perhatian supaya keputusan mengenai sesuatu yang tidak mendapat perhatian publik jadi lancar,” kata Jimly ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (31/3/2022).
“Yang jauh lebih baik lagi ialah untuk pendidikan publik, janganlah publik ini bertengkar gara-gara sesuatu yang tidak ada, permusuhan virtual,” ujarnya.
Baca juga: PKS Minta Presiden Tertibkan Manuver Menteri soal Penundaan Pemilu
Jimly menganggap, wacana ini sukar menjadi nyata karena lembaga-lembaga negara sudah melakukan tindakan sebaliknya.
Rencana revisi UU Pemilu, misalnya, sudah diputuskan tak akan dibahas di parlemen tahun ini. Lalu, jadwal Pemilu 2024 pun sudah diputuskan oleh pemerintah, KPU, dan DPR.
Tindakan lembaga negara semacam itu, menurut Jimly, lebih layak diandalkan ketimbang wacana-wacana verbal yang diumbar di media massa.
“Toh wacana ini bukan keluar dari pejabat yang berwenang. Menteri yang terkait dengan kebijakan politik tidak bicara (isu) itu, malah mereka membuat keputusan yang bertentangan. (Yang bicara) hanya menteri di ekonomi, itu pun hanya ngomong,” ujar Jimly.
Oleh karenanya, Jimly juga meminta agar Istana membenahi komunikasi publik terkait isu ini agar lebih terpadu.
“Ini ada masalah dalam komunikasi publik. Masyarakat harus kita didik, jadikanlah sumber referensi itu menteri di bidangnya,” lanjutnya.
Baca juga: Isu Penundaan Pemilu-Jokowi 3 Periode dan Ujian Demokrasi Indonesia...
Selama ini, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden justru lebih banyak meluncur dari mulut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Isu ini juga dua kali terlontar dari mulut anak buah Luhut, yakni Menteri Investasi Bahlil Labadila.
Padahal, kata Jimly, keduanya bukan menteri yang berwenang bicara urusan itu.
“Saya berharap, Pak Mahfud sebagai Menkopolhukam memegang komando untuk meyakinkan masyarakat, hanya yang tampil ke depan itu Mendagri. Jangan diam saja karena orang akan makin percaya Pak Luhut yang mengatur semuanya,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.