Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Rumusan Akademisi untuk Pembenahan Kinerja KPK

Kompas.com - 23/03/2022, 05:06 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu lembaga penegak hukum dan pencegahan yang didirikan sebagai salah satu amanat reformasi. Namun, di masa kepemimpinan Firli Bahuri lembaga itu malah diliputi sejumlah skandal.

Pada 24 September 2020, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan, Firli melakukan pelanggaran kode etik ringan dengan menyewa helikopter untuk keperluan pribadi. Sedangkan 30 pada Agustus 2021, Dewas KPK memvonis Lili telah melanggar kode etik berat karena berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial, yang tengah beperkara di KPK.

Dalam putusannya, Dewas KPK menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan kepada Lili. Namun, putusan itu dinilai terlalu ringan.

Sejumlah peristiwa itu berdampak terhadap persepsi masyarakat terhadap lembaga antirasuah itu.

Baca juga: ICW Nilai Citra KPK Era Firli Bahuri Sulit Diselamatkan

Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada 22-24 Februari 2022 menunjukkan sebanyak 48,2 persen publik tidak merasa puas dengan kinerja KPK. Survei itu juga memperlihatkan ada 43,7 persen publik yang merasa puas dengan kinerja komisi antirasuah tersebut.

Dilansir dari Kompas.id, jajak pendapat yang melibatkan 506 responden di 34 provinsi itu juga mengungkap sejumlah alasan publik yang menyampaikan ketidakpuasan atas kinerja KPK. Salah satunya, ada 34,3 persen responden yang menilai kinerja Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang tidak optimal.

Selain itu, 26,7 persen responden menyoroti penurunan jumlah operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Permasalahan lain di KPK yang menjadi perhatian masyarakat adalah terlalu banyak kontroversi (18,7 persen responden), citra pimpinan KPK (11,1 persen responden), dan tidak transparan (5,2 persen responden).

Selain itu, juga ada alasan lain seperti kinerja menurun 3,3 persen, sudah tidak independen 0,4 persen, dan pemberlakuan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai KPK 0,3 persen.

Baca juga: KPK di Antara Ketidakpuasan Kinerja dan Sikap Pesimistis Publik

Dalam jejak pendapat ini, responden juga mengungkapkan sejumlah hal terkait apa saja yang perlu diperbaiki dari KPK. Misalnya, penindakan tegas bagi pemimpin atau pegawai yang melanggar kode etik sebanyak 32,7 persen, penegakan hukum atau meningkatkan OTT 21,1 persen.

Selain itu, responden juga mendorong KPK melakukan kerja sama antar-lembaga penegak hukum 20,3 persen serta proses seleksi pemimpin dan pegawai yang lebih berintegritas 13,5 persen.

Pengumpulan data survei ini dilakukan dengan cara sambungan telepon terhadap responden. Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Metode ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan nirpencuplikan penelitian atau margin of error 4,36 persen.

Kontroversi dan dugaan pelanggaran kode etik yang tidak ditangani secara optimal menjadi penyebab masih tingginya ketidakpuasan publik kepada lembaga antirasuah itu. Perbaikan kinerja dinilai perlu segera dilakukan untuk mengembalikan citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Tiga cara

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, ada tiga rumusan yang bisa ditempuh untuk memperbaiki kinerja KPK di masa mendatang.

Menurut Abdul, langkah pertama adalah sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat memilih pimpinan bukan dari kalangan penegak hukum yang masih aktif.

"Karena selain pendekatan kerja yang formal juga cenderung duplikasi dengan kegiatan lembaga sang pimpinan, sehingga penampilan KPK menjadi tidak berbeda dari lembaga penegak hukum darimana sang pimpinan berasal," kata Abdul kepada Kompas.com, Selasa (22/3/2022).

Baca juga: ICW: Ketidakpuasan Publik pada KPK Tinggi karena Masukan Masyarakat Tak Dihiraukan

Langkah kedua adalah Abdul menyarankan sebaiknya pimpinan kpk direkrut dari kalangan akademisi atau aktivis penegakan hukum antikorupsi.

"Agar semangat dan gerak langkah KPK bisa lebih luwes dan tidak terjebak menjadi lembaga yang teralienasi dari masyarakatnya sendiri," ujar Abdul.

Rumusan ketiga menurut Abdul adalah KPK dibentuk tidak hanya menjadi lembaga penegakan hukum, tetapi juga harus menjadi lembaga yang melakukan kegiatan yang mengarah pada pencegahan korupsi dengan berbagai bentuk kegiatan yang fleksibel.

"Sehingga formalitas penegakan hukum tidak menjadikan jarak dengan masyarakat terutama dalam konteks partisipasi pencegahan korupsi," ucap Abdul.

Hujan kritik

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengemukakan, KPK dalam kepemimpinan saat ini kerap mengabaikan masukan dan kritik dari masyarakat.

“Kritik yang selama ini disampaikan oleh masyarakat perihal kerja pemberantasan korupsi KPK tidak dihiraukan oleh pimpinan,” kata Kurnia pada Kompas.com, Senin (21/3/2022) lalu.

“Hampir setiap kejadian yang menyita perhatian publik berkaitan dengan kinerja KPK selalu diberi masukan oleh sejumlah kalangan. Namun alih-alih dilakukan, pimpinan KPK malah larut akan tindakan kontroversinya,” lanjut Kurnia.

Baca juga: Publik Dinilai Anggap KPK Tak Setangguh Dulu

Berdasarkan situasi itu, lanjut Kurnia, pimpinan KPK memang ingin lembaganya dijauhi masyarakat.

“Persepsi masyarakat terhadap KPK pada periode kepemimpinan Firli Bahuri ini sudah sangat sulit untuk diselamatkan. Bagaimana mungkin masyarakat akan percaya dengan kerja KPK jika dua pimpinannya saja sudah terbukti melanggar kode etik?” ujar Kurnia.

Secara terpisah, peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengatakan, nama-nama besar di dalam Dewas KPK tak bisa menjamin bahwa kinerja Dewas akan menjadi baik.

Anggota Dewas KPK saat ini adalah:

  1. Tumpak Hatarongan Panggabean (Ketua)
  2. Indriyanto Seno Adjie (menggantikan Artidjo Alkostar yang meninggal pada 28 Februari 2021)
  3. Albertina Ho
  4. Syamsuddin Haris
  5. Harjono

Zaenur pun pesimistis KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri akan berbenah.

“Kecil kemungkinan pimpinan KPK mau berubah. Satu-satunya harapan saya adalah tahun depan mereka tidak lagi terpilih,” ujar Zaenur.

(Penulis : Irfan Kamil, Tatang Guritno/ Editor : Dani Prabowo, Krisiandi, Egidius Patnistik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com