"Ini menyebabkan harga CPO (minyak sawit) loncat dari Rp 16.000 menjadi Rp 21.000, dan itu harga bebasnya kemudian kalau diproses tambah lagi Rp 3.000 premiumnya, menyebabkan perbedaannya hampir Rp 9.000, ini yang tidak bisa kita prediksi," kata Lutfi.
Dalam kesempatan yang sama, Lutfi menegaskan bahwa pemerintah telah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022.
"Pada 16 Maret telah ditentukan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang mencabut Permendang Nomor 06 tentang harga eceran tertinggi minyak goreng dan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 tersebut baru dan sudah diundangkan," kata Lutfi.
Baca juga: Pemerintah Cabut HET Minyak Goreng Kemasan Lewat Permendag 11/2022
Sementara itu, pemerintah masih menetapkan HET minyak goreng eceran di angka Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
Lutfi mengatakan, penjualan minyak goreng curah kepada konsumen wajib mengikuti HET curah di mana konsumen dimaksud adalah masyarakat serta usaha mikro dan usaha kecil.
Ia menyebutkan, harga minyak goreng curah akan disubsidi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Di saat bersamaan, pemerintah akan mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit mentah.
Kebijakan DMO adalah aturan yang mewajibkan produsen minyak sawit menyetor produksinya kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Lutfi mengatakan, aturan mengenai pencabutan kebijakan ini sedang dalam tahap finalisasi dan akan langsung diterapkan.
"Pencabutannya ini (Permendag) kita lagi harmonisasi hari ini dan diundangkan hari ini," ujarnya.
Dengan dicabutnya regulasi DMO, maka perusahaan sawit kini tidak perlu mengajukan izin ke Kemendag tiap kali akan melakukan ekspor.
"Ini akan semuanya transparan begitu mau keluar ekspor dia langsung dipotong 675 dollar AS. Ini seperti biodeisel," kata dia.
Bersamaan dengan itu, Kemendag juga akan menaikkan pungutan ekspor untuk minyak sawit mentah dan turunannya.
"Pungutan ekspor dari BPDPKS yang tadinya flat akan dinaikkan secara linear. Setiap kenaikan 50 dollar AS dipajaki 20 dollar AS. Jadi kalau kita lihat harga hari ini, maka iuran BPDPKS dan biaya keluar akan naik dari 375 dollar AS hari ini menjadi 675 dollar AS," kata Lutfi.
Baca juga: Tak Kuasa Lawan Mafia Minyak Goreng, Mendag: Sifat Manusia Rakus dan Jahat!
Menaikan pungutan ekspor dilakukan untuk memastikan pasokan minyak goreng tidak diselundupkan ke luar negeri.
Pasalnya, uang pungutan tersebut akan dimasukkan ke BPDPKS, lalu BPDPKS mengeksekusi melalui pemberian subsidi harga minyak goreng non-premium.
Lutfi mengakui bahwa kebijakan baru ini akan merugikan petani sawit. Namun, ini tidak dapat dihindari agar mekanisme pasar bisa berjalan untuk menormalisasi harga minyak goreng.
"Ini policy yang mesti kita ambil sama-sama. Kemarin yang happy petaninya, perusahaan. Industrinya tidak ribut, yang ribut masyarakat. Mudah-mudahan dengan policy ini semuanya ringan sama dipikul dan berat sama dijinjing," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.