JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, nama-nama orang yang mendukung dan membenarkan isu perpanjangan masa jabatan presiden lewat penundaan Pemilu 2024 harus diberi catatan khusus.
Ia mengungkapkan, nama-nama tersebut berpeluang merusak konstitusi, baik demi kepentingan dirinya maupun kepentungan kelompok.
Zainal pun menyebut nama-nama yang mendukung wacana tersebut sebagai teroris konstitusi.
"Siapapun pelakunya, harus kita naming dan shaming sekarang. Harus berikan catatan khusus, saya cenderung menggunakan kata teroris konstitusi," kata Zainal dalam webinar "Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman", Rabu (16/3/2022).
Baca juga: Busyro Muqoddas: Jokowi Tak Punya Alasan Tunda Pemilu
Ia pun menegaskan, orang-orang yang mencoba bermain-main dengan masa jabatan presiden tersebut berhadapan tidak hanya dengan konsitusi dan demokrasi, namun juga berhadapan dengan seluruh penduduk Indonesia.
Hal tersebut menurut dia didukung oleh hasil survei dari beberapa lembaga yang menunjukkan hampir 70 persen rakyat Indonesia menghendaki Pemilu 2024.
Menurut Zainal, setiap elite politik hingga sosok dari kelompok pemerintahan yang mendukung isu penundaan Pemilu 2024 tak mengedepankan kepentingan negara.
"Apa yang dilakukan politisi di dua wilayah, amandemen dengan alasan bertemunya amandemen dan perpanjangan, kedua pelaku ini adalah orang-orang yang lebih mengedepankan kepentigan pribadi dibanding negara," kata Zainal.
Baca juga: Luhut Beda Suara dengan Mahfud soal Pemilu, PKS: Jokowi Tak Kuat Pegang Kendali
Seperti diketahui, isu penundaan Pemilu 2024 bergulir dan telah dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Dari lingkup pemerintahan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan klaim dirinya banyak mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024.
Baca juga: Anggaran Belum Dibahas, Keseriusan DPR dan Pemerintah Selanggarakan Pemilu 2024 Dipertanyakan
Ia mengaku memiliki big data 110 juta warganet yang meminta Pemilu 2024 ditunda.
Luhut mengeklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi. Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.
"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?," kata Luhut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.