Ratusan mahasiswa dengan mengenakan beragam jas almamater melakukan aksi demonstrasi menolak DOB.
Adapun aksi demontrasi ini berlangsung di beberapa titik, yaitu Kampus Uncen Perumnas III Waena, depan Jalan SPG Teruna Bakti, Lampu Merah Waena, dan Kampus Uncen Abepura.
Baca juga: Kasat Intel Polres Metro Jakpus Jadi Korban Pemukulan Saat Mengamankan Aksi Mahasiswa Papua
Terdengar massa aksi berkali-kali teriak menolak DOB di Papua. Menurut mereka, rakyat Papua belum sejahtera.
"Tolak pemekaran!" kata massa aksi sambil berteriak.
Koordinator Umum Aksi Demonstrasi Tolak DOB di Papua, Alfa Hisage mengungkapkan bahwa aksi yang dilaksanakan hari ini murni dari mahasiswa dan rakyat Papua dengan tuntutan menolak DOB yang tengah dibahas oleh pemerintah pusat.
“Aksi yang kita laksanakan ini murni dari mahasiswa dan masyarakat di Papua untuk menolak rencana DOB di Papua,” kata Alfa saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon selulernya, Selasa.
Jauh sebelum aksi demonstrasi terjadi, Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait mengatakan, isu pemekaran provinsi di Papua dan Papua Barat mendapatkan respons beragam dari masyarakat lokal.
Yoel pun menuturkan, isu ini berpotensi menimbulkan konflik antarmasyarakat.
"Isu pemekaran ini menimbulkan respons beragam di Papua. Ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal kalau isu pemekaran ini terus didorong," kata Yoel dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada 23 Februari 2022.
Adapun pemerintah pusat berencana melakukan pemekaran enam provinsi di Papua dan Papua Barat.
Namun, masih ada perbedaan pendapat di tengah masyarakat untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
Karena itu, Yoel mengatakan, MRP saat ini tengah mengajukan gugatan terhadap UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu ketentuan yang dipersoalkan adalah Pasal 76 tentang pemekaran daerah.
"Jalan tengah yang dilakukan MRP sebagai lembaga kultur, kami mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 2/2021 untuk menjaga keutuhan NKRI," ujar dia.
Dikutip dari Kompas.id, perwakilan dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Hans Jeharut, meminta pemerintah pusat tidak tergesa-gesa menetapkan daerah otonom baru di Papua dan Papua Barat karena berpotensi terjadi konflik yang besar.
Ia menegaskan, perlu ada dialog antara pusat dan masyarakat, juga keterlibatan lembaga lainnya, seperti gereja Katolik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.