KOMPAS.com - HAM adalah suatu hak yang sudah ada dan melekat pada martabat setiap manusia. Hak asasi manusia dibawa sejak lahir ke dunia sehingga pada dasarnya hak ini bersifat kodrati.
HAM bersifat universal atau menyeluruh karena dimiliki oleh setiap orang tanpa adanya perbedaan ras, jenis kelamin, agama, suku, budaya, dan identitas lain yang melekat.
Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat, serta acuan dalam bertindak pada dasarnya sudah berlangsung sejak lama. HAM di Indonesia mengalami perkembangan pemahaman dari masa ke masa, termasuk pada periode setelah kemerdekaan.
Pemahaman HAM pada awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen.
Pemahaman HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan yang masuk dalam hukum dasar atau konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Komitmen bangsa Indonesia pada periode awal kemerdekaan tercantum dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Lebih lanjut, negara memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Hal ini tercantum dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Penyiksaan Warga Binaan di Lapas Yogyakarta
Periode 1950 - 1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode parlementer. Pemahaman HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Pemahaman dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami 'pasang' dan menikmati 'bulan madu' kebebasan. Terdapat lima aspek yang menjadi indikator akan kebebasan tersebut, yaitu:
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin. Pada sistem ini, kekuasaan berada di tangan presiden.
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin, Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada lembaga tinggi negara maupun di luar tatanan lembaga tinggi negara atau infratsruktur politik.
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang berdampak pada sistem politik. Kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan sangat dibatasi.
Periode 1966 - 1998 diawali dengan peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto. Pada awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satunya dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM.
Pada awal tahun 1970 sampai akhir 1980 persoalan HAM mengalami kemunduran karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi, dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif, terlihat dari produk hukum yang membatasi HAM.
Pemerintah menganggap HAM sebagai produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Akan tetapi, pemahaman HAM mengalami perkembangan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM.