JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan sejumlah temuan hasil penyelidikan kasus kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin.
Keberadaan kerangkeng itu diketahui setelah Terbit dicokok dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 19 Januari 2022, disusul dengan pengaduan dari Migrant Care atas dugaan perbudakan modern di kerangkeng tersebut.
Adapun temuan hasil penyelidikan ini diperoleh setelah Komnas HAM memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari penyidik KPK, Terbit, penghuni dan mantan penghuni kerangkeng beserta keluarganya, kepala dan dokter puskesmas, serta staf pemerintah desa.
Baca juga: Komnas HAM Minta Pemprov Sumut Lakukan Pemulihan Psikis Korban Penyiksaan di Penjara Manusia Langkat
Temuan tersebut dipaparkan oleh Komnas HAM dalam konferensi pers pada Rabu (2/3/2022), berikut rangkumannya:
1. Sejak 2010 dan Tanpa Pengawasan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, kerangkeng manusia itu sudah berdiri sejak tahun 2010, tetapi tidak pernah diawasi dan ditindak oleh aparat penegak hukum setempat.
Padahal, Terbit merupakan tokoh masyarakat setempat yang kemudian terjun ke dunia politik sebagai anggota DPRD dan menjadi Bupati Langkat.
Namun, Taufan mempertanyakan hal itu karena tidak ada pengawasan dan penindakan dari aparat penegak hukum setempat atas keberadaan penjara manusia tersebut.
“Sebenarnya kalau kita perhatikan banyak hal aneh dan ganjil. Pertama, misalnya, peristiwa ini ada sejak tahun 2010, dan bisa berlangsung di satu tempat yang itu adalah rumah seorang tokoh,” kata Taufan.
Baca juga: Komnas HAM Desak BNN dan BNNK Langkat Pastikan Tak Ada Lagi Tempat Rehabilitasi Narkoba Ilegal
“Jadi artinya kita perlu bertanya sebetulnya mengapa ada peristiwa seperti ini berlangsung sekian lama, tapi tidak ada pengawasan. Tidak ada koreksi terhadap peristiwa ini. Itu menarik sebetulnya,” ujar dia.
Taufan menduga kasus serupa terjadi di wilayah lain dengan dan tidak terungkap karena pelaku menguasai politik, ekonomi dan organisasi massa.
“Kemudian dengan kekuatan itu bisa memainkan satu sistem yang penuh dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia dan berbagai pelanggaran hukum,” tuturnya.
Komnas HAM menyebutkan, organisasi perangkat daerah dan Badan Nasional Narkotika Kabupaten (BNNK) Langkat sudah mengetahui keberadaan kerangkeng manusia ini.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara pun memaparkan bahwa BNNK Langkat pernah memberikan rekomendasi pada Terbit guna mengurus izin penjara itu sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkoba.
Namun sampai perkara ini terungkap, izin itu tak juga diurus, padahal penjara itu telah berdiri sejak tahun 2010.