Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: UUD Sudah Kunci Pemilu Dilaksanakan 5 Tahun Sekali, Tak Etis Ada Amendemen

Kompas.com - 09/03/2022, 12:03 WIB
Tsarina Maharani,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) Nur Widyastanti mengatakan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengunci pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan tiap lima tahun sekali.

Selain itu, UUD juga menyatakan, masa jabatan presiden dan wakil presiden yaitu lima tahun dan hanya dapat dipilih satu kali lagi untuk jabatan yang sama.

"Penyelenggaraan pemilu dalam UUD 1945 ada di Pasal 22E ayat 1 sampai 6. Pemilu dikatakan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil setiap lima tahun sekali. Artinya, UUD 1945 sudah mengunci bahwa pemilu lima tahun sekali. Lalu, di Pasal 7 presiden dan wakil presiden memegang jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Widya dalam diskusi daring PSHTN FHUI, Rabu (9/3/2022).

Baca juga: Tiga Partai Koalisi Gulirkan Penundaan Pemilu 2024, Strategi Buying Time sampai soal Kursi Menteri?

Widya menuturkan, adanya pembatasan masa jabatan presiden ini penting bagi demokrasi di Indonesia.

Sebab, ia mengatakan, Indonesia punya sejarah presiden-presiden yang terlalu lama duduk di kursi kepemimpinan.

Pembatasan masa jabatan presiden di UUD 1945 mencegah lahirnya pemerintah otoritarian seperti di masa lampau.

"Keinginan untuk mengikat masa jabatan ini besar, sehingga otoritarian hilang, tidak terjadi lagi dan demokrasi di Indonesia bisa berjalan baik," ujarnya.

Baca juga: Kisah PAN Koalisi Tanpa Keringat Jokowi yang Tak Dapat Kursi Menteri, Kini Dukung Penundaan Pemilu

Widya menambahkan, pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu sudah menetapkan hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024.

Menurutnya, beragam alasan untuk menunda pemilu tidak dapat diterima.

"Mengapa baru sekarang bicara pemulihan ekonomi sampai harus ada wacana menunda pemilu? Lalu, biaya pemilu yang sangat besar hingga mencapai Rp. 100 triliun. Kalau memang angkanya di situ, memang tidak bisa disederhanakan?" ucapnya.

Bertalian dengan itu, Widya berpendapat, tidak ada landasan hukum yang cukup kuat untuk menunda pemilu.

Widya mengatakan, satu-satunya cara untuk menunda pemilu yaitu dengan melakukan amendemen UUD 1945.

Namun, dia menegaskan, amendemen UUD 1945 hanya untuk menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden sama sekali tidak etis dilakukan.

"Mungkin tidak (amendemen UUD)? Mungkin sekali. Apalagi kalau kita lihat kursi di MPR sekarang banyak (partai politik) pendukung pemerintah. Tapi ini tidak etis," katanya.

Baca juga: Nasdem Ingatkan Semua Pihak Hindari Buat Pernyataan Gaduh seperti Usulan Penundaan Pemilu

Ia menuturkan, penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden akan menyebabkan kemunduran demokrasi.

Menurut Widya, Indonesia bakal kembali terjangkit penyakit lama yang lebih parah daripada pandemi Covid-19.

"Kalau penundaan pemilu, bisa berantakan pemilu kita. Kalau masuk ke perpanjangan masa jabatan presiden, kita seperti balik lagi ke nol, bahkan minus demokrasi. Kita kembali ke masa lalu. Penyakit lama yang akhirnya lebih parah daripada pandemi," kata Widya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com