Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Bablas Longgarkan Pembatasan, Angka Kematian Covid-19 Masih Belum Terkendali

Kompas.com - 09/03/2022, 06:49 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai melonggarkan mobilitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19, menyusul turunnya laju kasus.

Salah satu pelonggaran mobilitas yang dilakukan pemerintah adalah menghapus wajib menunjukkan hasil negatif antigen dan polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan dalam negeri yang sudah divaksinasi dosis kedua dan dosis ketiga (booster).

Selain itu, masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dipangkas menjadi satu hari, apabila sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.

Selanjutnya, seluruh kegiatan olahraga dapat menerima penonton secara fisik dengan kapasitas disesuaikan dengan status PPKM, status vaksinasi booster dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

Baca juga: Masa Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri Dikurangi Jadi 1 Hari

Para pakar dan ahli kesehatan merespons pelonggaran aktivitas yang diterapkan pemerintah tersebut.

Epidemiolog Indonesia dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyayangkan kebijakan penghapusan tes antigen dan PCR sebagai syarat perjalanan domestik. 

Sebab, hingga saat ini, testing Covid-19 masih menjadi hal yang penting dilakukan untuk melihat situasi pandemi saat ini.

“Tes ibarat mata kita terhadap virus. Tanpa tes yang memadai kita tidak dapat melihat di mana virus atau ke mana arahnya,” tutur Dicky pada Kompas.com, Senin (7/3/2022).

Baca juga: Syarat Tes PCR dan Antigen Dihapus, Epidemiolog: Tes ibarat Mata, Tanpa Tes, Kita Tak Bisa Melihat ke Mana Arah Virus

Dicky mengatakan, meski testing bisa saja dihilangkan sebagai syarat perjalanan. Namun, polanya bisa diubah dengan bersifat target oriented atau surveilans pada satu wilayah tertentu.

Sehingga kesehatan seseorang terdeteksi dari testing pemerintah pada lokasi tempat tinggalnya.

Namun, ia meminta pemerintah tidak terburu-buru menerapkan kebijakan baru ini.

Sebab, vaksinasi tetap tidak bisa menggantikan testing karena keberadaan virus corona masih menyebar secara luas.

“Dunia sudah memiliki vaksin (Covid-19), tapi itu tidak berarti kita berhenti dalam upaya untuk melihat di mana virus itu berada sehingga kita dapat beradaptasi dengan cepat jika dan ketika varian atau gelombang baru merebak,” jelasnya.

Baca juga: Roadmap Menuju Endemi, Kemenkes: Pelonggaran Prokes Tak Diterapkan Bersamaan

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, pemerintah harus mencabut kebijakan tersebut apabila berdampak pada lonjakan kasus Covid-19.

Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam penerapan pelonggaran skrining perjalanan tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com