KOMPAS.com – Definisi korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Secara umum, korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sejumlah kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara yang sangat besar tercatat pernah diungkap oleh Polri, Kejaksaan Agung, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Saat Kepala Desa Diduga Korupsi Hampir Rp 1 Miliar, Kok Bisa?
Berikut deretan kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Kasus korupsi pada penjualan kondensat oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian hingga Rp 2,7 miliar Dollar Amerika atau sekitar Rp 37,8 triliun.
Mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono telah divonis 12 tahun penjara.
Sementara mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno divonis 16 tahun penjara, namun masih buron hingga kini.
Korupsi terbesar selanjutnya dilakukan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri (Persero).
Kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 22,7 triliun.
Korupsi yang terjadi berupa pengaturan transaksi berupa investasi saham dan reksa dana yang dilakukan jajaran manajemen PT Asabri dengan pihak swasta.
Perbuatan itu dinyatakan telah memperkaya pihak-pihak yang terlibat hingga triliunan rupiah.
Dalam kasus ini terdapat tujuh orang yang telah dinyatakan bersalah dan menerima vonis awal 2022 lalu.
Ketujuh orang itu, yakni Adam Rachmat Damiri (Dirut Asabri 2011-2016), Sonny Widjaja (Dirut Asabri 2016-2020), Bachtiar Effendi (Direktur Investasi dan Keuangan Asabri 2008-2014), Hari Setianto (Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019), Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama PT Prima Jaringan), serta Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation).
Mereka divonis 10 hingga 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 800 juta. Ketujuh orang ini juga dikenakan uang pengganti hingga Rp 17,9 miliar.
Sementara, seorang lagi yang merupakan Direktur PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro, masih menunggu vonis di pengadilan.
Selanjutnya adalah korupsi yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara Rp 16,8 triliun.
Kasus ini terkuak setelah Jiwasraya gagal membayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun.
Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi yang merupakan kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual.
Dalam kasus ini terdapat enam orang yang telah dinyatakan bersalah dan divonis seumur hidup pada 2020 lalu.
Keenamnya, yaitu Hary Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya), Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama Jiwasraya), Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya), Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra), Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International) dan Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra).
Namun, dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi meringankan hukuman Syahmirwan dan Joko Hartono Tirto menjadi 18 tahun penjara, serta Hary Prasetyo dan Hendrisman Rahim menjadi 20 tahun penjara.
Sementara itu, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat tetap divonis seumur hidup karena banding yang mereka ajukan ditolak oleh majelis hakim.
Kasus ini merupakan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp 7,4 triliun.
Salah satu yang terbukti bersalah adalah mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya, yang telah divonis 15 tahun penjara.
Kasus ini masih berjalan dan menyeret banyak nama.
Kasus ini menyeret Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi dan masih diproses di KPK.
Berdasarkan perhitungan, kerugian negara mencapai Rp 5,8 triliun.
Kerugian negara dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.
Supian diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga perusahaan.