Para pemohon juga menilai UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. Pada materi gugatannya PNKN menyertakan hasil jajak pendapat suatu lembaga survei yang menunjukan bahwa mayoritas respondennya tak setuju dengan pemindahan ibu kota.
Kemudian PNKN mengatakan bahwa proses pembentukan UU IKN tak merepresentasikan asas keterbukaan publik.
Pasalnya, pemohon menyampaikan dari 28 tahapan atau agenda pembahasan RUU IKN di DPR hanya 7 dokumen dan informasi yang bisa diakses publik.
“Representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangat parsial dan tidak holistik,” papar gugatan itu.
“Padahal IKN merupakan perwujudan bersama ibu kota negara RI yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lainnya dalam pembahasannya,” jelas para pemohon.
Maka pemohon menilai UU IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
UU IKN juga digugat oleh Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra dan 19 orang lainnya.
Gugatan diajukan ke MK pada Selasa (1/3/2022) pukul 16.00 WIB.
Para pemohon menilai UU Nomor 3 Tahun 2022 itu cacat formil karena tidak sesuai dengan UUD 1945.
“Tidak dipenuhinya hak untuk dipertimbangkan (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” tertulis dalam petitum permohonan uji materi itu dikutip Senin (7/3/2022).
Baca juga: Badan Otorita IKN Disebut Akan Berkantor di Jakarta dan Balikpapan untuk Sementara
Para pemohon menilai tidak terpenuhinya hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk mendapatkan penjelasan dalam pembentukan UU IKN itu bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pembentukan UU mesti menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama.
Lalu minimnya partisipasi dalam pembentukan UU IKN juga tak sesuai dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945 yang mengatur partisipasi masyarakat.
“Apabila pembentukan undang-undang dalam proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya,” sebut petitum itu.
“Maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat,” jelas petitum tersebut.
Para pemohon juga menilai pembentukan UU IKN tidak memenuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait partisipasi masyarakat secara bermakna dalam pembentukan UU.