JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 18 Januari 2022.
Undang-undang itu disahkan hanya dalam waktu 43 hari sejak dibahas pada 7 Desember 2021.
UU yang disahkan berisi 11 bab dan 44 pasal terkait segala urusan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.
Berulang kali Presiden Joko Widodo menyampaikan alasan pemindahan ibu kota seperti pemerataan ekonomi, ekonomi dan populasi.
Dalam rapat pimpinan TNI-Polri, Selasa (1/3/2022) Jokowi kembali meyakinkan publik bahwa pemindahan ibu kota harus segera dilakukan.
Sebab, kajian pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta sudah berlangsung sejak lama, namun tak kunjung direalisasikan.
“Kajiannya sudah lama sekali. Kalau tidak kita eksekusi kajian-kajian yang ada ya sampai kapanpun tidak akan terjadi,” ucapnya.
“Memang butuh keberanian, ada risikonya di situ, tapi kita tahu kita ingin pemerataan. Bukan Jawa sentris tapi Indonesia sentris,” tegas Jokowi.
Namun tak semua pihak sepakat dengan pandangan Jokowi, hal itu nampak dari munculnya gugatan beberapa pihak atas UU IKN tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan uji formil UU IKN ke MK pada 2 Februari 2022.
PNKN berisi sejumlah tokoh seperti mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, mantan anggota DPD DKI Jakarta Marwan Batubara, politikus Agung Mozin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi serta 7 orang lainnya.
Baca juga: Jokowi Disebut Akan Lantik Kepala Badan Otorita IKN Pekan ini
Para pemohon menyebut UU IKN tidak melalui proses perencanaan yang berkesinambungan.
Mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara, dan pelaksanaan pembangunan.
PNKN pun menyebut UU IKN tak benar-benar memperhatikan materi muatan karena banyak mendelegasikan materi substansial ibu kota ke peraturan pelaksana.
“Dari 44 pasal di UU IKN terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana,” tulis gugatan tersebut.