Titi pun menilai, tidak tepat jika presiden menyatakan bahwa siapa pun, termasuk menteri dan elite partai, boleh mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan demokrasi.
Sebab, kata dia, menteri sebagai pejabat pemerintahan dan pembantu presiden bukan hanya harus patuh pada konstitusi, tapi perilaku dan ucapannya juga mesti mencerminkan semangat konstitusionalisme dan komitmen demokrasi.
Baca juga: Stafsus Mensesneg: Isu Penundaan Pemilu Tak Jadi Prioritas Pemerintah
Pernyataan pejabat mestinya mengandung pesan pendidikan politik yang baik pada publik, khususnya soal kepatuhan dalam menjaga budaya berkonstitusi.
"Bukan sebaliknya, mengeluarkan isu yang memicu kontroversi, spekulasi, dan jelas-jelas bertentangan dengan norma konstitusi dan semangat reformasi yang jadi komitmen bersama warga bangsa," ucap Titi.
Jika pejabat publik dianggap bebas-bebas saja melempar wacana, maka sangat mungkin timbul kegaduhan di masyarakat lantaran mereka diberikan pembenaran untuk melempar isu yang tidak sejalan dengan konstitusi.
"Bahwa konstitusionalisme berdemokrasi kita berada dalam bingkai pembatasan kekuasaan pemerintah melalui pengaturan limitasi masa jabatan presiden dan wakil presiden serta penyelenggaraan pemilu yang periodik," tandas Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.