Sementara, merujuk Pasal 7 UUD, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro menilai, ketidaktegasan Jokowi seolah menguatkan dugaan sejumlah pihak bahwa wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden berasal dari lingkaran Istana.
Baca juga: Membedah Untung Rugi Parpol yang Usung Wacana Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode
Pernyataan Jokowi yang menyebut bakal tunduk dan patuh pada konstitusi, kata dia, juga tak bisa diartikan bahwa mantan gubernur DKI Jakarta itu menolak wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden.
Sebab, pasal dalam UUD 1945 yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan masa jabatan presiden bisa saja diubah melalui amendemen.
"Taat dan tunduk, patuh pada konstitusi sebagaimana dikatakan oleh presiden kemarin juga dapat dibaca tidak berarti Presiden Jokowi menolak penambahan periode masa jabatan presiden," kata Bawono kepada Kompas.com, Sabtu (5/2/2022).
"Apabila wacana itu nanti bergulir terus hingga proses amendemen konstitusi terjadi, lalu berubah periode masa jabatan di konsitusi, maka Presiden Jokowi tunduk taat juga. Jadi sikap itu multitafsir sekali," tuturnya.
Baca juga: 2 Sisi Wajah Pemerintah: Dulu Ngotot Pilkada 2020 meski Pandemi, Kini Diam soal Pemilu Ditunda
Menurut Bawono, seharusnya Jokowi bisa lebih jelas menyatakan tidak berminat menjabat hingga 3 periode, sekaligus menolak penundaan Pemilu 2024 atas dalih apa pun.
Sebab, jika tidak, bukan mustahil ke depan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden kembali bergulir bersamaan dengan isu amendemen UUD 1945.
Oleh karenanya, alih-alih membuat pemakluman bahwa kemunculan isu ini bagian dari demokrasi, menurut Bawono, presiden seharusnya mengambil sikap tegas pada elite politik yang mengusulkan wacana ini, jika memang menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Sikap presiden terhadap partai-partai koalisi pendukung wacana penundaan Pemilu 2024 juga akan jadi indikator penilaian publik atas ketegasan sikap presiden," kata dia.
Hal senada juga disampaikan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
Titi menilai, sikap Jokowi yang menyebut bahwa usul penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan bagian dari demokrasi bisa membuka wacana baru berupa amendemen konstitusi.
"Sangat mungkin bahwa pernyataan yang mengayun dari Presiden Jokowi akan dibaca sebagai ruang untuk terus menggaungkan penundaan pemilu dan mendorongnya melalui jalur amendemen konstitusi untuk mendapatkan legalitas dalam pelaksanaannya," kata Titi kepada Kompas.com, Sabtu (5/2/2022).
Baca juga: Jokowi Diminta Tertibkan Parpol Koalisi yang Dukung Pemilu Ditunda
Titi juga menyoroti pernyataan presiden yang menyebut bahwa dirinya akan patuh pada konstitusi dalam menyikapi polemik ini. Sebab, konstitusi bisa saja diubah melalui proses amendemen UUD 1945.
Oleh karenanya, Titi khawatir, sikap presiden yang tidak tegas ini akan mendorong para elite politik untuk menyuarakan amendemen UUD 1945.