Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

Presidensi G20 Indonesia dan Indeks Persepsi Korupsi dalam 7 Klaster

Kompas.com - 28/02/2022, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ternyata, Indonesia paling mirip dengan India. Kemudian, Indonesia juga diketahui mirip dengan Afrika Selatan dan China. Kemiripan empat negara ini membentuk klaster biru muda dengan ciri khas nilai CPI, HDI, dan GHS yang relatif rendah.

Klaster biru muda ini ternyata terdekat dengan klaster merah berisikan Arab Saudi, Argentina, Turki, Brasil, Romania, Kroasia,Meksiko, Bulgaria, dan Rusia. Perbedaannya hanya di HDI yang nampak relatif sedikit lebih tinggi.

Dekat dengan klaster biru muda-merah ini, terdapat klaster ungu, oranye, dan hijau yang didominasi negara-negara Eropa: Klaster ungu dengan nilai di semua indeks yang relatif tinggi, klaster oranye yang memiliki nilai di semua indeks relatif tinggi, dan klaster hijau yang memiliki nilai di semua indeks relatif tinggi kecuali pada GHS.

Dua negara lain anggota G20 dari Asia, yaitu Korea Selatan dan Jepang, termasuk dalam klaster oranye. Dalam hal ini, klaster Korea Selatan dan Jepang mirip dengan Estonia, Spanyol, Slovenia, Perancis, dan Belgia.

Dua klaster terakhir yang ternyata paling jauh hubungannya dengan Indonesia adalah klaster biru tua. Klaster ini berisikan negara-negara yang secara stabil memilki indeks-indeks paling tinggi. Di dalamnya adalah Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, Belanda, Denmark, Finlandia, dan Austria.

Terakhir adalah klaster kuning, dengan anggota Swedia dan Kanada. Ciri khas yang menjadi kemiripan negara-negara di dalam klaster kuning ini adalah indeks konsumsi energi terbarukan per kapita (REN) yang paling tinggi.

Setelah mengidentifikasi klaster-klaster tertentu dari negara-negara anggota G20, Kudu memperdalam analisis dengan melakukan plotting dari setiap klaster dalam diagram yang menghubungkan antara capaian dalam CPI dan HDI dengan indeks-indeks lainnya.

CPI dipilih sebagai pembanding utama karena rerata korelasinya yang paling tinggi jika dibandingkan dengan empat indeks lainnya. Adapun HDI dipilih karena dianggap mewakili kategori-kategori utama terkait pembangunan negara yang meliputi dimensi kesehatan (umur panjang dan hidup sehat), pengetahuan, dan standar hidup yang layak.

Sementara itu, GHS, REN, dan GII yang masing-masing menjadi pembanding CPI dan HDI, dipilih karena kesesuaiannya dengan tiga pilar utama yang menjadi fokus Indonesia sebagai Presidensi G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital. 

 

Jika dilihat dari posisi negara-negara tersebut dalam rupa bumi, persebaran klaster yang melintasi batas-batas benua cenderung terjadi pada sebagian klaster, sementara sebagian klaster cenderung berkumpul dalam benua yang relatif sama.

Dalam klaster biru muda, hanya Afrika Selatan yang berbeda benua, sementara India, China, dan India, sama-sama berada di benua Asia.

 

Kesimpulan

Dari semua proses yang dilakukan di atas, didapat kesimpulan sebagai berikut:

  • Indonesia terlihat relatif tertinggal dalam sejumlah capaian indeks, terutama jika dibandingkan dengan capaian serupa oleh sebagian negara lain anggota G20.

  • CPI memegang peranan kunci. Peningkatan CPI diasumsikan dapat pula meningkatkan nilai indeks-indeks lain. Yang paling memiliki korelasi kuat adalah GII. Selain berkelindan dengan salah satu pilar Presidensi G20 Indonesia, GII juga menjadi semacam gambaran terkait inovasi.

    Di dalam GII tercakup enam kategori, yaitu kelembagaan, sumber daya manusia dan riset, infrastruktur, tingkatan kesadaran klien terhadap pasar tertentu dari produk tertentu (market sophistication), kualitas jejaring bisnis sebuah negara (business sophistication), keluaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta produksi atau hasil-hasil kreatif.

    Enam kategori tersebut merupakan aspek-aspek penting berkaitan dengan kebutuhan untuk bisa bertahan dan berkembangnya sebuah negara dalam peradaban di abad ke-21.

  • Kecenderungan tren peningkatan poin HDI penting untuk dijadikan catatan serta rujukan. Sekalipun mesti diingat, tren peningkatan serupa juga dialami negara-negara lain. Berdasarkan data terakhir pada 2019, posisi HDI Indonesa masih berada pada urutan tiga terbawah dibandingkan negara-negara lain.

  • Dari plotting klaster berdasarkan analisis di atas, Indonesia dapat lebih fokus meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja sama dengan India, Afrika Selatan, dan China yang berada dalam satu klaster yang sama.

    Kecenderungan kemiripan sejumlah karakteristik berdasarkan indikator-indikator dalam sejumlah kategori tertentu pada indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN menjadi salah satu latar belakangnya.

    Latar lain, ukuran pasar dan ekonomi dari empat negara tersebut relatif besar dibandingkan negara-negara anggota G20 lainnya. Selain, Afrika Selatan, wilayah geografis negara-negara ini sama-sama di benua Asia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com