INDEKS Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) berhubungan secara korelatif dengan Indeks Inovasi Global atau Global Innovation Index (GII), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), Global Health Security Index (GHS), dan Renewable Energy Consumption Per Capita (REN).
Kelima indeks tersebut berkaitan erat dengan sejumlah tujuan G20—kelompok yang beranggotakan 19 negara dan Uni Eropa. Berdasarkan penghitungan korelatif menggunakan lima indeks dimaksud, tujuh klaster negara terbentuk dari keanggotaan G20. Indonesia tergabung dalam satu klaster bersama India, Afrika Selatan, dan China.
Indonesia, sebagai Presidensi G20 pada saat ini memiliki peranan penting dan strategis dalam konteks tersebut. Presidensi merupakan posisi bergilir untuk negara yang ditetapkan menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi tingkat tinggi (KTT) berikutnya.
Posisi Presidensi G20 bagi Indonesia berlaku sejak 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Serah terima kepada Indonesia dilangsungkan saat KTT G20 di Roma, Italia, pada 30-31 Oktober 2021.
Baca juga: Terima Presidensi G20, Jokowi Undang Para Pemimpin Dunia ke Bali 2022
Posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah sejak forum tersebut didirikan pada 1999. Dikutip dari laman resmi G20 yang diakses pada Sabtu (26/2/2022) dini hari, negara-negara anggota G20 mewakili 60 persen populasi dan 80 persen produk domestik bruto global.
Masih dikutip dari laman resmi G20, terdapat tiga pilar utama sebagai fokus Indonesia terkait status sebagai Presidensi G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital.
Pilar-pilar tersebut, di antaranya untuk memastikan keadilan akses terhadap vaksin Covid-19, mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif lewat partisipasi UMKM dan ekonomi digital, reformasi perpajakan global, kerja sama lebih kuat dalam memerangi korupsi, pembiayaan infrastruktur, serta mendorong kerja sama internasional yang lebih demokratis dan representatif.
Baca juga: Tantangan Indonesia Menjalankan Presidensi G20
Terdapat dua alur kerja dalam G20, yaitu Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Dikutip dari laman Bank Indonesia yang diakses Sabtu (26/2/2022) dini hari, penamaan Sherpa merujuk ke pemandu pendakian di Nepal, menggambarkan kerja tim Jalur Sherpa adalah membuka jalan menuju penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Jalur Sherpa, sebagaimana dikutip dari pemberitaan di laman G20, terdiri dari sejumlah kelompok kerja (working groups). Masing-masing adalah Kelompok Kerja Kesehatan, Pembangunan, Pendidikan, Ketenagakerjaan, Ekonomi Digital, Investasi, Industri dan Perdagangan, Pertanian, Perubahan Iklim dan Lingkungan, Energi, Pemberantasan Korupsi, Pariwisata, serta Pemberdayaan Perempuan.
Tiga pilar utama sebagai fokus Indonesia terkait status sebagai Presidensi G20 dan sejumlah kelompok kerja dalam Jalur Sherpa itu cenderung terkait dengan CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Pilar arsitektur kesehatan global, misalnya, terkait dengan GHS, pilar transisi energi terbarukan berkaitan dengan REN, pilar transformasi digital terkait dengan GII, sementara Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi berkaitan dengan CPI.
Adapun Kelompok Kerja Pendidikan, Kesehatan, dan hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi atau pendapatan kaitannya erat dengan HDI. Bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi dipergunakan sebagai indikator penyusun HDI yang mengukur IPM di negara-negara seluruh dunia, termasuk yang menjadi anggota platform multilateral G20.
Baca juga: Mengenal Presidensi G20 Indonesia dan 3 Isu Prioritasnya
Saat ini, terdapat 19 negara ditambah Uni Eropa yang menjadi anggota G20. Termasuk di dalam 19 negara tersebut adalah Jerman, Perancis, dan Italia yang juga merupakan anggota Uni Eropa tetapi memiliki perwakilan sendiri di G20 berdasarkan skala ekonomi yang dimiliki.
Jika tiga negara tersebut dianggap tidak termasuk ke dalam kelompok 19 negara, artinya tinggal ada 16 negara non-Uni Eropa di G20, kemudian ditambahkan dengan 27 negara anggota Uni Eropa, kita mendapatkan total 43 negara bergabung dalam G20. Jumlah total ini sudah mencakup Spanyol yang diundang sebagai tamu tetap.
Masing-masing negara tersebut juga diketahui menjadi obyek dalam pengukuran CPI, GII, HDI, GHS, dan REN. Kudu menganalisis data-data publik tentang CPI, GII, HDI, GHS, dan REN untuk memastikan besaran korelasi dan mengetahui pengelompokan negara anggota G20 dalam klaster tertentu.
Terdapat tujuh klaster yang terbentuk berdasarkan sejumlah kemiripan karakteristik dalam CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Analisis dimulai dengan terlebih dahulu melacak jejak posisi seluruh negara di dalam lima indeks dimaksud. Hal ini merupakan langkah penting untuk memberikan gambaran awal sejauh mana suatu negara mencatatkan peningkatan ataupun penurunan indeks dari tahun ke tahun.
Pelacakan dilakukan sejak pertama kali indeks dimaksud mulai dicatatkan hingga terakhir kali direkam. Ada yang sudah dicatat sejak 1965, ada pula yang baru mulai direkam pada 2019. Adapun catatan terakhir terkait nilai yang dipublikasikan kelima indeks terpantau pada 2021 dan 2019.
Terkait dengan naik atau turunnya nilai indeks jika dibandingkan sejak pertama kali data dicatat hingga terakhir kali direkam, data komparasi tiap negara dapat dilihat pada visualisasi di atas.
Adapun lacak jejak kelima indeks tersebut, termasuk definisi dan indikator yang diukur, dapat ditelusuri lewat visualisasi berikut ini:
Setelah menelusuri jejak kelima indeks dimaksud, Kudu menemukan sejumlah penanda dari keterkaitan antara CPI dan empat indeks lainnya. Sejumlah riset terdahulu juga cenderung mengindikasikan hal tersebut.
Pertama, Kudu melakukan penghitungan korelasi dengan metode Pearson. Tujuannya, mengetahui hubungan di antara kelima indeks dimaksud.
Semakin besar nilainya menjauhi 0 maka dapat dikatakan semakin ada hubungan. Nilai mendekati 1 berarti hubungannya kuat dan berbanding lurus. Sebaliknya, jika didapati nilai -1 berarti hubungannya kuat tetapi berbanding terbalik.
Pada visualisasi berikut ini nampak terlihat adanya korelasi antara indeks persepsi korupsi (CPI) dengan indeks lainnya.
Ternyata indeks persepsi korupsi berkorelasi kuat dengan indeks yang lain. Hal ini ditandai dengan hasil penghitungan korelasi antara CPI dengan indeks-indeks lainnya yang semuanya menunjukkan nilai di atas 0,5. Atau dengan kata lain, korupsi benar-benar berkorelasi kuat dengan aspek-aspek lain.
Catatan khusus mesti diberikan pada korelasi antara CPI dan GII. Pasalnya, korelasi antara CPI dan GII memiliki nilai 0,85 atau yang paling tinggi jika dibandingkan dengan korelasi antara CPI dan indeks lain. Diperlukan studi lebih lanjut untuk bisa memahami makna korelasi ini.
Akan tetapi, perlu diinsafi bahwa korelasi belum tentu menentukan kausalitas atau hubungan sebab akibat. Walaupun, korelasi yang kuat memang merupakan salah satu indikasi kemungkinan adanya pengaruh sebab-akibat. Maka, dibutuhkan studi lebih lanjut jika ingin mencari tahu dampak CPI terhadap indeks-indeks lain tersebut.
Temuan lain dari penghitungan ini adalah, CPI mencatatkan rerata korelasi paling tinggi jika dibandingkan dengan empat indeks lainnya. Nilai tertinggi diperoleh dari hasil penjumlahan poin korelasi antara CPI dan empat indeks lain. Jumlah total tersebut lalu dibagi empat, lantas dibandingkan dengan capaian serupa pada empat indeks selain CPI.
Setelah mengetahui korelasi antara CPI dan indeks-indeks lain, Kudu melakukan plotting negara-negara yang dicatat dalam masing-masing pasangan indeks yang memilki hubungan korelatif tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui posisi Indonesia tatkala CPI dikorelasikan dengan empat indeks lainnya, berikut perbandingan posisinya dengan negara-negara lain. Tampilan plot antara CPI dan empat indeks lain terlihat pada visualisasi berikut ini:
Tampak jelas bahwa posisi Indonesia selalu pada lokasi kiri bawah. Hal ini relatif menunjukkan ketertinggalan Indonesia dalam konteks tersebut, jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain dalam lingkup G20.
Agar pemahaman lebih mendalam tentang keterhubungan posisi Indonesia di antara negara-negara anggota G20 bisa diperoleh, Kudu melakukan analisis lebih lanjut dengan melakukan pengelompokkan.
Proses ini dilakukan guna mengetahui klaster-klaster tertentu dari setiap anggota G20, berdasarkan derajat kesamaan tertentu dari indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Kira-kira, hal ini serupa manakala kita bersosialisasi di dunia nyata.
Orang-orang cenderung berkumpul, atau berteman, dengan orang-orang lain yang memiliki latar belakang dan kondisi relatif sama. Di dalamnya termasuk kesamaan tingkat sosial-ekonomi, budaya, daan sebagainya.
Tentu saja, dalam konteks pembentukan klaster negara-negara G20, kesamaan itu lebih didasarkan pada berbagai indikator dalam indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Kami menduga, boleh jadi terbentuknya pengelompokan berdasarkan klaster tertentu ini disebabkan adanya kondisi yang memang mirip antara negara satu dan lainnya. Pada sisi lain, ada pula ketidakmiripan tidak dengan yang lain, sehingga membentuk klaster tersendiri dengan negara-negara yang kondisinya relatif lebih mirip.
Untuk melihat bagaimana kemiripannya dan apakah benar-benar mirip, kami melakukan clustering dengan menggunakan metode hierarchical. Metode ini, secara umum berarti mengumpulkan dua demi dua elemen, atau negara-negara yang mirip berdasarkan variasi tertentu, dalam hal ini adalah indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Pada setiap pasang, jika variasi nilainya paling rendah maka disebut paling mirip. Lantas, ini dijadikan satu klaster untuk kemudian dibandingkan dengan pasangan-pasangan lainnya.
Prosesnya terus dilakukan seperti itu hingga selesai, ibarat fase gugur dalam pertandingan olahraga. Bedanya, dalam proses ini yang lantas dipasangkan adalah yang diketahui paling mirip.
Diagram yang dihasilkan kemudian disebut sebagai dendogram. Dari dendogram tersebut didapati ada kesamaan atau kemiripan antar-anggota di dalam satu klaster berdasarkan variasi tertentu dalam indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN.
Pada saat bersamaan, tergambar pula perbedaan atau ketidakmiripan antara klaster satu dengan klaster lainnya berdasarkan variasi tertentu dalam indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN, sebagaimana visualisasi berikut ini:
Kudu menggunakan ambang (treshold) tertentu dari dendogram untuk memutus hubungan (linkage) dalam derajat tertentu guna membentuk klaster-klaster dimaksud. Untuk analisis ini, dipergunakan tujuh klaster yang memiliki ciri khas masing-masing.
Ternyata, Indonesia paling mirip dengan India. Kemudian, Indonesia juga diketahui mirip dengan Afrika Selatan dan China. Kemiripan empat negara ini membentuk klaster biru muda dengan ciri khas nilai CPI, HDI, dan GHS yang relatif rendah.
Klaster biru muda ini ternyata terdekat dengan klaster merah berisikan Arab Saudi, Argentina, Turki, Brasil, Romania, Kroasia,Meksiko, Bulgaria, dan Rusia. Perbedaannya hanya di HDI yang nampak relatif sedikit lebih tinggi.
Dekat dengan klaster biru muda-merah ini, terdapat klaster ungu, oranye, dan hijau yang didominasi negara-negara Eropa: Klaster ungu dengan nilai di semua indeks yang relatif tinggi, klaster oranye yang memiliki nilai di semua indeks relatif tinggi, dan klaster hijau yang memiliki nilai di semua indeks relatif tinggi kecuali pada GHS.
Dua negara lain anggota G20 dari Asia, yaitu Korea Selatan dan Jepang, termasuk dalam klaster oranye. Dalam hal ini, klaster Korea Selatan dan Jepang mirip dengan Estonia, Spanyol, Slovenia, Perancis, dan Belgia.
Dua klaster terakhir yang ternyata paling jauh hubungannya dengan Indonesia adalah klaster biru tua. Klaster ini berisikan negara-negara yang secara stabil memilki indeks-indeks paling tinggi. Di dalamnya adalah Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, Belanda, Denmark, Finlandia, dan Austria.
Terakhir adalah klaster kuning, dengan anggota Swedia dan Kanada. Ciri khas yang menjadi kemiripan negara-negara di dalam klaster kuning ini adalah indeks konsumsi energi terbarukan per kapita (REN) yang paling tinggi.
Setelah mengidentifikasi klaster-klaster tertentu dari negara-negara anggota G20, Kudu memperdalam analisis dengan melakukan plotting dari setiap klaster dalam diagram yang menghubungkan antara capaian dalam CPI dan HDI dengan indeks-indeks lainnya.
CPI dipilih sebagai pembanding utama karena rerata korelasinya yang paling tinggi jika dibandingkan dengan empat indeks lainnya. Adapun HDI dipilih karena dianggap mewakili kategori-kategori utama terkait pembangunan negara yang meliputi dimensi kesehatan (umur panjang dan hidup sehat), pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
Sementara itu, GHS, REN, dan GII yang masing-masing menjadi pembanding CPI dan HDI, dipilih karena kesesuaiannya dengan tiga pilar utama yang menjadi fokus Indonesia sebagai Presidensi G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital.
Jika dilihat dari posisi negara-negara tersebut dalam rupa bumi, persebaran klaster yang melintasi batas-batas benua cenderung terjadi pada sebagian klaster, sementara sebagian klaster cenderung berkumpul dalam benua yang relatif sama.
Dalam klaster biru muda, hanya Afrika Selatan yang berbeda benua, sementara India, China, dan India, sama-sama berada di benua Asia.
Dari semua proses yang dilakukan di atas, didapat kesimpulan sebagai berikut:
Di dalam GII tercakup enam kategori, yaitu kelembagaan, sumber daya manusia dan riset, infrastruktur, tingkatan kesadaran klien terhadap pasar tertentu dari produk tertentu (market sophistication), kualitas jejaring bisnis sebuah negara (business sophistication), keluaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta produksi atau hasil-hasil kreatif.
Enam kategori tersebut merupakan aspek-aspek penting berkaitan dengan kebutuhan untuk bisa bertahan dan berkembangnya sebuah negara dalam peradaban di abad ke-21.
Kecenderungan kemiripan sejumlah karakteristik berdasarkan indikator-indikator dalam sejumlah kategori tertentu pada indeks CPI, GII, HDI, GHS, dan REN menjadi salah satu latar belakangnya.
Latar lain, ukuran pasar dan ekonomi dari empat negara tersebut relatif besar dibandingkan negara-negara anggota G20 lainnya. Selain, Afrika Selatan, wilayah geografis negara-negara ini sama-sama di benua Asia.