Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Sebut Negara Carut Marut jika Pemilu Ditunda, Bisa Terjadi Anarki dan Muncul Pemimpin Diktator

Kompas.com - 27/02/2022, 10:39 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, akan terjadi keadaan buruk di Tanah Air jika pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diundur atau ditunda.

Adapun bayangan buruk itu disampaikan Yusril untuk merespons wacana Pemilu 2024 ditunda yang disuarakan oleh tiga ketua umum (ketum) partai politik koalisi pemerintah.

"Saya membayangkan keadaan buruk yang mungkin akan terjadi apabila Pemilu ditunda. Mungkin saya pesimis terlalu berlebihan. Tetapi, membayangkan keadaan paling buruk itu perlu bagi kita untuk mengantisipasi jangan sampai itu terjadi," kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Baca juga: Ramai Wacana Pemilu Ditunda, Mengingat Lagi Saat Jokowi Tolak Presiden 3 Periode

Yusril menilai bahwa usulan penundaan Pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur oleh Undang Undang Dasar (UUD) 1945.

Pertama, pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2. Pasal itu mengatakan bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun.

"Pemilu itu untuk memilih anggota DPR dan DPD untuk membentuk MPR (Pasal 2 ayat 1). Secara spesifik Pasal 22E UUD 45 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali," jelas Yusril.

Menurut Yusril, ketentuan tersebut berkaitan erat dengan masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga: Wacana Pemilu Diundur, AHY: Tidak Logis, Apa Dasarnya?

Maka, setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan penyelenggara negara tersebut seharusnya berakhir dengan sendirinya.

"Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya?," tutur dia.

Yusril mengatakan, atas alasan itu, maka Pemilu yang ditunda tidak memiliki dasar hukum sama sekali.

Oleh karena itu, jika tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD semuanya ilegal.

"Alias tidak sah, atau tidak legitimate," sambungnya.

Baca juga: Pakar: Wacana Penundaan Pemilu Adalah Pelanggaran Konstitusi

Ilustrasi pemiluKOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Ilustrasi pemilu

Kondisi tidak legitimate itu, maka bisa membuat rakyat tidak memiliki kewajiban untuk mematuhi mereka.

"Rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya sendiri. Rakyat berhak untuk membangkang kepada presiden, wakil presiden, para menteri, membangkang kepada DPR, DPD dan juga kepada MPR," tegasnya.

Bahkan, lanjut dia, rakyat berhak menolak keputusan apa pun yang dibuat penyelenggara negara karena keputusan itu tidak sah dan ilegal.

Menyisakan TNI-Polri

Yusril beranggapan, kondisi itu akan menyisakan hanya ada dua penyelenggara negara eksekutif yang masih legal di tingkat pusat yaitu Panglima TNI dan Kapolri.

"Kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR. Bagaimana cara menggantinya, Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal. Dalam situasi seperti ini banyak pula kemungkinan dapat terjadi," jelasnya.

Namun, kekhawatiran Yusril masih berlanjut. Menurutnya, TNI dan Polri saat ini bukan lagi seperti Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) zaman dahulu yang berada di bawah satu komando, Panglima ABRI.

Baca juga: Soal Usulan Pemilu Ditunda, Perindo: Presiden Tak Tertarik, Mungkin Maunya Cak Imin Saja

TNI dan Polri, lanjut dia, saat ini terpisah dengan tugas masing-masing dan punya komando sendiri. Mereka juga masing-masing bertanggungjawab secara terpisah kepada presiden.

Akan tetapi, Yusril melihat bahwa apabila presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah. Maka, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang terhadap presiden.

"Beruntung bangsa ini kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada saat yang sulit dan kritis. Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara," imbuh dia.

Di sisi lain, Yusril juga menyoroti penyelenggaraan pemerintah di daerah yang tanpa kontrol DPRD.

Meski demikian, kata dia, gubernur, bupati dan walikota masih sah menjalankan roda pemerintahan jika masa jabatannya belum berakhir.

Baca juga: Tolak Wacana Pemilu Diundur, PDI-P: Tak Miliki Landasan Hukum yang Kuat!

Namun, para pejabat pemerintah daerah itu tidak lagi dapat terkontrol DPRD. Pasalnya, DPRD pun dinilai sudah ilegal.

"Begitu juga tanpa pertanggungjawaban lagi kepada Presiden sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Bagaimana mau bertanggung jawab kalau Presidennya sudah ilegal? Keadaan bangsa dan negara akan benar-benar carut marut akibat penundaan Pemilu," ucapnya.

Terakhir, Yusril mengaku khawatir akan terjadi kondisi carut marut dan berakhir pada kondisi anarki di Indonesia.

Menurutnya, definisi anarki dalam hal ini adalah suatu kondisi di mana setiap orang maupun kelompok merasa merdeka berbuat apa saja.

Baca juga: Usul Pemilu Diundur, Muhaimin Dinilai Terapkan Strategi Buying Time

Di sisi lain, Yusril berpandangan bahwa situasi anarki akan mendorong munculnya seorang diktator untuk menyelamatkan negara dengan tangan besi.

"Diktator akan mendorong konflik makin meluas. Daerah-daerah potensial bergolak. Campur-tangan kepentingan-kepentingan asing untuk adu domba dan pecah belah tak terhindarkan lagi. NKRI 'harga mati' berada dalam pertaruhan besar," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, tiga ketua umum partai politik yaitu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan wacana perpajangan masa jabatan presiden.

Wacana ini diawali oleh Muhaimin Iskandar yang mengusulkan pemilu 2024 diundur lantaran dikhawatirkan mengganggu stabilitas ekonomi Tanah Air pada tahun tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com