JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) kembali mengalami tarik ulur pembahasan.
Kemarin, Rabu (23/2/2022), seharusnya dibahas dalam rapat kerja (raker) antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah, tapi batal.
Fakta tersebut menambah daftar panjang lika-liku pembahasan RUU TPKS yang bahkan usianya sudah setara dengan anak usia masuk Sekolah Dasar (SD) yaitu 6 tahun. Usia tersebut jika dihitung sejak pertama kali RUU ini dibahas di DPR pada Mei 2016.
Berkaca pada lama usia RUU tersebut, maka seharusnya pemerintah dan DPR tak ragu-ragu mempercepat pembahasan hingga pengesahan menjadi UU.
Baca juga: Poin Penting RUU TPKS dan Bedanya dengan RUU PKS
Lantas seperti apa riwayat perjalanan RUU TPKS?
Berikut Kompas.com telah merangkum linimasa RUU TPKS
Pertama kali dibahas di DPR, 2016
Apabila dirunut waktu, gagasan pertama kali untuk membuat RUU TPKS disuarakan oleh Komnas Perempuan. Mereka mengeklaim, usulan itu ada pertama kali pada 2012.
Saat itu, Komnas Perempuan menginginkan adanya sebuah peraturan bernama Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Namun, empat tahun kemudian tepatnya pada Mei 2016, gagasan Komnas Perempuan itu baru dapat dibahas di DPR.
Tepatnya, Rabu (25/5/2016) Baleg DPR mulai membahas RUU PKS. Rapat pertama itu, Baleg mendengarkan materi kekerasan seksual yang ingin disampaikan oleh pengusul.
Baca juga: Raker RUU TPKS Tak Jadi Digelar Hari Ini, DPR Diminta Manfaatkan Reses untuk Serap Aspirasi Rakyat
Sementara itu, pemerintah juga menyuarakan keseriusannya untuk mengesahkan RUU PKS pada tahun tersebut.
Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang hingga kini masih menjabat posisi tersebut mengatakan, pemerintah bersama DPR akan mendorong RUU PKS masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016.
Dirinya juga menjanjikan RUU disahkan pada 2016.
Maju mundur Prolegnas
RUU TPKS yang sebelumnya bernama RUU PKS itu juga kerap kali keluar masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, maju mundurnya RUU itu di Prolegnas tercatat terjadi sejak 2016.
Pada Juni 2016, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan 10 RUU ke dalam Prolegnas Prioritas yang mana salah satunya adalah RUU PKS.
Pada perjalanannya, RUU ini sempat pula disahkan di Baleg agar dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai usul inisiatif DPR. Adapun hal tersebut terjadi pada Januari 2017.
Baca juga: Pembahasan RUU TPKS Molor Lagi, Alasannya Banyak Anggota DPR di Dapil
Akhirnya, RUU PKS disepakati sebagai inisiatif DPR pada 6 April 2017 dalam rapat paripurna. Saat itu RUU akan dibahas oleh panitia khusus (pansus) Komisi III. Namun akhirnya diputuskan Komisi VIII yang membahasnya.
Pembahasan RUU PKS kembali berjalan pada 2018, namun terkesan lamban. DPR mengakui lambannya RUU PKS lantaran pembahasan tidak hanya melibatkan satu pihak, tetapi juga pemerintah.
"Dalam suatu proses pembahasan RUU di DPR juga bersama Pemerintah, dan saat ini pembahasan RUU PKS sudah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka untuk mendapatkan masukan yang seluas-luasnya," kata Ketua DPR saat itu Bambang Soesatyo, melalui keterangan tertulis, Senin (19/11/2018).
Awal tahun 2019, Bambang sempat mengatakan bahwa RUU PKS akan diselesaikan sebelum berganti periode.
Baca juga: Dalam RUU TPKS, Restitusi Jadi Kewajiban yang Dibebankan ke Pelaku Kekerasan Seksual
Akan tetapi, RUU PKS urung juga selesai di periode Bambang. RUU PKS pun berlanjut hingga periode 2019-2024 di mana Bambang sudah tak menjadi Ketua DPR.
Pada Juli 2020, RUU PKS justru ditarik dari Prolegnas Prioritas oleh Baleg DPR. Bersamanya, ada pula 15 RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.
Baleg mengeklaim usulan penarikan diajukan oleh Komisi VIII sebagai pembahas yang mana menilai, pembahasan RUU tersebut ketika itu sulit dilakukan.
Tahun berikutnya, RUU PKS kembali masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Daftar Prolegnas Prioritas 2021 itu disepakati oleh DPR dan pemerintah yang diwakili Menkumham Yasonna Laoly, Kamis (14/1/2021).
Baca juga: Dalam RUU TPKS, Penyidik Tak Boleh Tolak Perkara Kekerasan Seksual
Saat itu, RUU PKS masuk dalam Prioritas 2021 sebagai usulan Baleg DPR.
Ganti nama
RUU PKS diketahui berganti nama menjadi RUU TPKS pada Agustus 2021. Saat itu, perwakilan tim ahli Baleg DPR Sabari Barus mengungkapkan, kata 'Penghapusan' dalam draf RUU PKS dihapus dan diganti.
Frasa tersebut selanjutnya diusulkan untuk diganti dengan 'Tindak Pidana'. Tim Ahli Baleg beralasan menggunakan frasa itu karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan tindak pidana khusus.
"Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan, maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Sehingga judulnya sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Barus dalam rapat pleno penyusunan RUU PKS, Senin (30/8/2021).
Masuk Prolegnas Prioritas 2022
Oleh karena belum tuntasnya pembahasan antara pemerintah dan DPR, RUU TPKS akhirnya kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022.
Baleg menetapkan RUU TPKS bersama dengan 39 RUU lainnya untuk masuk dalam Prioritas 2022. Hal itu ditetapkan pada Senin (6/12/2021).
Sah jadi usul inisiatif DPR
Pada 18 Januari 2022, angin segar nampak menghinggapi langkah RUU TPKS ke depan. Hal ini lantaran DPR kembali mengesahkan RUU TPKS menjadi usul inisiatifnya.
Pengesahan RUU TPKS sebagai RUU usulan DPR itu dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Baca juga: Wamenkumham: Dalam RUU TPKS, Penyelesaian Kekerasan Seksual Tak Bisa Pakai Restorative Justice
Jawaban setuju dan diiringi tepuk tangan oleh hampir seluruh peserta sidang tampak jelas tergambar saat itu.
Kalimat hampir seluruh peserta rasanya menjadi wajar ketika diketahui, satu fraksi di DPR yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU TPKS disahkan.
Pembahasan kembali ditunda
Namun, baru satu bulan berselang setelah mendapat pengesahan sebagai usul inisiatif, RUU TPKS justru kembali mengalami hambatan.
Hambatan itu diketahui setelah raker antara pemerintah dan DPR gagal dilaksanakan pada Rabu kemarin.
Pada Rabu, sedianya DPR melalui Baleg dan pemerintah mengadakan raker pembahasan RUU TPKS. Hal ini sudah ditegaskan oleh pengumuman Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, Selasa (22/2/2022).
Namun Baleg mengumumkan bahwa raker tersebut akhirnya ditunda. Alasan utamanya adalah belum ada putusan pimpinan DPR mengenai agenda raker hari itu.
Baca juga: Pemerintah Targetkan RUU TPKS Disahkan Pertengahan Maret
Di sisi lain, Baleg juga menyebut alasan sejumlah anggota Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS masih berada di daerah pemilihan masing-masing seperti yang biasa dilakukan pada masa reses. Rapat pun diputuskan ditunda.
Akan tetapi, Baleg menilai raker tetap terlaksana di hari lainnya di masa reses, lantaran sudah mendapat izin dari pimpinan DPR.
Penundaan raker pada Rabu ini membuat publik bertanya-tanya mengenai komitmen DPR membahas RUU TPKS di masa reses.
Catatan Komnas Perempuan
Gagalnya raker pemerintah dan DPR membahas RUU TPKS pun membuat Komnas Perempuan angkat bicara.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi meminta DPR betul-betul memanfaatkan waktu reses untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait RUU TPKS.
Baca juga: Wamenkumham Klaim DIM dan Surpres RUU TPKS Sudah Diterima Pimpinan DPR 11 Februari 2022
"Idealnya, walau pembahasan bisa dilakukan di masa reses, masa reses juga menjadi media para anggota legislatif yang akan membahas RUU TPKS untuk lebih memahami persoalan seperti sistem pelayanan korban di wilayah dapilnya," kata Siti saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Secara khusus, Siti betul-betul meminta agar anggota Dewan menyoroti sistem pelayanan korban di wilayah daerah kepulauan.
"Karena umumnya, masih sangat minim fasilitas layanan untuk korban. Juga belum maksimalnya peran pemerintah daerah setempat," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.