Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Covid-19 di RI Jangan Sampai Jadi Endemi atau Epidemi

Kompas.com - 23/02/2022, 08:19 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan situasi penyebaran Covid-19 atau SARS-CoV-2 harusnya dikendalikan, bukan malah diarahkan kepada kondisi endemi atau epidemi. Sebab menurut dia kondisi endemi atau epidemi sangat berbahaya bagi masyarakat.

"Jangan diarahkan ke endemi, karena endemi itu serius, berbahaya. Endemi itu harus dihindari semaksimal mungkin. Kalau memang ini (Covid-19) harus ada dalam kehidupan manusia, jangan di Indonesia. Biar saja di negara lain," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (23/2/2022).

Menurut Dicky, walaupun Covid-19 di masa mendatang kemungkinan besar akan menjadi bagian dari kehidupan manusia tetapi tetap harus terkendali.

"Strategi negara dunia dalam pengendalian Covid-19 ini bukan mengarah ke kondisi endemi, tapi harus ke arah terkendali atau yang disebut sporadis," ucap Dicky.

Yang dimaksud terkendali oleh Dicky adalah kasus Covid-19 itu bisa mendadak muncul atau hilang dalam jangka waktu tertentu.

Baca juga: Indonesia Siapkan Transisi Pandemi Covid-19 Jadi Endemi, Vaksinasi Booster Digencarkan

Endemi adalah penyakit yang berjangkit di suatu daerah atau pada suatu golongan masyarakat. Endemi merupakan keadaan atau kemunculan suatu penyakit yang konstan atau penyakit tersebut biasa ada di dalam suatu populasi atau area geografis tertentu. Contohnya endemi di Indonesia adalah penyakit malaria dan demam berdarah dengue (DBD).

Sedangkan epidemi adalah penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban. Peningkatan angka penyakit di atas normal yang biasanya terjadi secara tiba-tiba pada populasi suatu di area geografis tertentu. Contoh penyakit yang pernah menjadi epidemi adalah virus Ebola di Republik Demokratik Kongo (DRC) pada 2019, Avian Influenza/flu burung (H5N1) di Indonesia pada 2012, dan SARS di 2003.

Jika pada suatu saat nanti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status pandemi Covid-19, menurut Dicky seluruh daerah di Indonesia kemungkinan akan terbagi menjadi 3 kategori.

Baca juga: Siapkan Transisi Endemi, Ini Indikator yang Digunakan Pemerintah

Nantinya, lanjut Dicky, akan ada daerah di Indonesia yang mengalami epidemi. Artinya di daerah itu akan mengalami lonjakan kecil kasus infeksi dengan beragam pemicu, misalnya karena cakupan vaksinasi yang lemah atau buruk.

Lalu kedua ada daerah-daerah yang akan mengalami endemi. Yakni ada kemunculan kasus infeksi tetapi dengan jumlah yang statis.

Bahkan di daerah-daerah yang kemungkinan mengalami endemi akan muncul pasien yang dirawat di rumah sakit atau mungkin ada juga yang meninggal.

"Endemi itu bukan berarti nol kasus tapi ada terus, itu biasanya disepakati angkanya misalnya 10 orang per 1 juta dan sebagainya," ucap Dicky.

Kondisi terakhir yang menurut Dicky harus dituju oleh pemerintah adalah sporadis atau terkendali.

"Jadi kita harus mengendalikan penyakit menular itu, bukan meng-endemi-kan, bukan menge-epidemi-kan, tapi mengendalikan semaksimal mungkin. Jadi itu yang harus dituju pemerintah. Bukan menuju kondisi endemi, tapi programnya kondisi terkendalinya Covid-19," lanjut Dicky.

Baca juga: Luhut: Indonesia Tak Perlu Latah Ikut-ikutan Transisi ke Kondisi Endemi

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, proses yang akan diambil dilakukan secara bertahap dan berlanjut. Menurut dia, pemerintah tidak bakal buru-buru menetapkan masa transisi endemi Covid-19.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com