JAKARTA, KOMPAS.com – Kontroversi Peraturan Menteri Ketenagaakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 memasuki babak baru. Peraturan ini sebelumnya kadung diteken pemerintah dan menimbulkan gelombang protes.
Pasalnya, selain menegaskan bahwa jaminan hari tua (JHT) baru bisa cair pada usia 56 tahun, buruh yang mengalami PHK juga tidak dapat mengklaim dana JHT yang notabene berasal dari potongan upahnya itu.
Istana yang sebelumnya menyetujui terbitnya Permenaker tersebut kini justru ikut-ikutan berseberangan dan membuka peluang revisi.
Baca juga: Lika-liku Aturan Pencairan JHT
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengklaim, Presiden Jokowi memahami para pekerja yang keberatan dengan aturan baru terkait pencairan dana JHT.
"Bapak Presiden terus mengikuti aspirasi para pekerja dan beliau memahami keberatan dari para pekerja terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua," kata Pratikno dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (21/2/2022).
Ia mengatakan, Senin pagi Jokowi telah memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Ketenagaakerjaan Ida Fauziyah untuk membahas ihwal JHT.
Presiden memerintahkan agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT disederhanakan, dipermudah, supaya dana JHT bisa diambil oleh pekerja yang sedang mengalami masa-masa sulit, terutama yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Jadi bagaimana nanti pengaturannya akan diatur lebih lanjut di dalam revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau regulasi yang lainnya," ujar Pratikno.
Namun, langkah ini tak serta-merta menyenangkan kalangan buruh.
Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menyatakan mengapresiasi langkah Istana yang membuka kemungkinan revisi atas Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Namun, Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, mengaku khawatir dengan kemungkinan revisi yang terjadi di kemudian hari.
Tak menutup kemungkinan, revisi dilakukan hanya “asal revisi” dan pasal-pasal yang bermasalah direvisi secara manipulatif seolah pasal-pasal bermasaalah itu telah diperbaiki, padahal substansinya tak berbeda jauh.
“Saya minta kepada Menaker jangan main-main, tapi serius menanggapi perintah Presiden RI. Saya katakan, jangan main-main dan serius. Saya minta perintah Presiden harus ditaati sungguh-sungguh, jangan main-main lagi dengan bermain kata-kata,” ujar Mirah.
“Jangan coba-coba untuk, misalnya, merevisinya begini saja: JHT boleh diambil (oleh buruh PHK sebelum usia 56 tahun) tapi hanya sekian persen. Itu kami akan tolak habis,” lanjutnya.
Revisi semacam itu dianggap tidak sungguh-sungguh berpihak kepada kepentingan buruh yang mengalami PHK.
Padahal, buruh yang mengalami PHK menghadapi situasi finansial serba sulit. Pencairan JHT dapat menjadi penyelamat untuk isu yang lebih krusial, yakni bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19.
Mirah mengkhawatirkan munculnya tendensi untuk revisi “asal-asalan” semacam itu.
Menurut dia, jika hal itu terjadi, buruh tak akan tinggal diam.
Baca juga: Serikat Pekerja Wanti-wanti Menaker Jangan Main-main Revisi Aturan JHT
“Jangan coba-coba masukkan ‘keinginan menteri atau siapa pun’. Jangan coba main-main di situ. Kalau masih coba main-main di sana, waduh, ini akan memicu gelombang aksi yang lebih besar lagi,” ujar Mirah.
Di samping menimbulkan gejolak yang lebih hebat, ia mengkhawatirkan revisi yang tak serius itu bakal berdampak buruk bagi pemerintahan Joko Widodo.
“Itu bisa memunculkan rasa ketidakpercayaan publik, bukan hanya kepada menteri, tapi kepada Presiden Joko Widodo. Kan kasihan Pak Jokowi,” ujar dia.
Mirah menyebutkan bahwa kalangan buruh berharap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tidak sekadar direvisi tetapi dicabut. Hal itu untuk melindungi buruh dari kemungkinan revisi asal-asalan.
“Saya mengapresiasi apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh Pak Jokowi selaku Presiden RI terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 untuk direvisi. Tapi saya minta itu bukan hanya revisi, tapi mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,” ujar Mirah.
Jika dicabut, ketentuan soal JHT akan kembali ke ketentuan sebelumnya, yaitu Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Toh, ujar Mirah, peraturan turunan dari Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 belum dicabut oleh pemerintah.
“Saya meminta, perintah Presiden harus ditaati sungguh-sungguh. Jangan main-main lagi dengan bermain kata-kata pada (revisi) isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Maka itu, saya katakan, sudah, dicabut saja, kembalikan ke Permenaker Nomor 19 Tahun 2015,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.