Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian FIR Indonesia-Singapura Disebut Harus Diratifikasi Lewat UU, Ini Alasannya

Kompas.com - 18/02/2022, 14:36 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

"Pemerintah wajib transparan di mata rakyat mengingat bila disahkan memilki potensi berbenturan dengan Pasal 458 UU Penerbangan," ujar Hikmahanto.

Bunyi Pasal 458 UU Penerbangan adalah:

Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

Memang perjanjian FIR dengan Singapura sebelumnya sempat disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Namun, kata Hikmahanto, itu dilakukan sebelum Indonesia memiliki UU Perjanjian Internasional.

"Dulu waktu FIR 1995 disahkan dengan Keppres namun ini mengingat belum ada UU Perjanjian Internasional sehingga pemerintah bebas menentukan apakah dengan Keppres atau UU," tutur Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) tersebut.

Oleh karena itu, Pemerintah diimbau untuk membahas perihal perjanjian FIR dengan DPR terlebih dahulu.

Baca juga: Mahfud Sebut FIR Indonesia-Singapura Diratifikasi Lewat Perpres, Bukan UU

Menurut Hikmahanto perlu ada pembahasan di DPR mengingat FIR berkaitan dengan urusan kedaulatan, yang harus mendapat persetujuan dari DPR sesuai UU Perjanjian Internasional.

"Perjanjian FIR perlu mendapat pembahasan oleh DPR di mana DPR tidak sekadar mengevaluasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2)," ucap Hikmahanto.

Perjanjian internasional menurut konstitusi

Hal yang sama sebelumnya juga disampaikan oleh anggota Komisi I DPR, Sukamta. Ia menyatakan, perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura semestinya diratifikasi lewat UU, bukannya melalui Perpres sebagaimana rencana pemerintah.

"FIR merupakan kontrol wilayah udara yang wilayahnya ada dalam wilayah NKRI. Maka ini termasuk urusan strategis, terkait kedaulatan wilayah. Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya," kata Sukamta dalam siaran pers, Kamis (17/2/2022).

Sama seperti Hikmahanto, ia menyebut ketentuan itu sesuai amanat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Sukamta juga mengingatkan isi dari Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 yang mengatur soal perjanjian dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR.

Baca juga: Chappy Hakim: Masalah Wilayah Udara Natuna Lebih Urgen daripada Beli Jet Tempur Baru

"Dari berbagai aspek ini sudah jelas perjanjian FIR harus dikonsultasikan dengan DPR untuk diatur dengan UU. Jika pemerintah menentukan sendiri bahwa ini diatur dengan perpres, tanpa konsultasi dan persetujuan DPR, itu sembrono namanya," ungkap politikus PKS tersebut.

Ketentuan mengenai perjanjian internasional juga diatur dalam Pasal 11 ayat (2), yang isinya sebagai berikut:

Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

"Jadi, kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," tegas Sukamta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com