"Pemerintah wajib transparan di mata rakyat mengingat bila disahkan memilki potensi berbenturan dengan Pasal 458 UU Penerbangan," ujar Hikmahanto.
Bunyi Pasal 458 UU Penerbangan adalah:
Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Memang perjanjian FIR dengan Singapura sebelumnya sempat disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Namun, kata Hikmahanto, itu dilakukan sebelum Indonesia memiliki UU Perjanjian Internasional.
"Dulu waktu FIR 1995 disahkan dengan Keppres namun ini mengingat belum ada UU Perjanjian Internasional sehingga pemerintah bebas menentukan apakah dengan Keppres atau UU," tutur Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) tersebut.
Oleh karena itu, Pemerintah diimbau untuk membahas perihal perjanjian FIR dengan DPR terlebih dahulu.
Baca juga: Mahfud Sebut FIR Indonesia-Singapura Diratifikasi Lewat Perpres, Bukan UU
Menurut Hikmahanto perlu ada pembahasan di DPR mengingat FIR berkaitan dengan urusan kedaulatan, yang harus mendapat persetujuan dari DPR sesuai UU Perjanjian Internasional.
"Perjanjian FIR perlu mendapat pembahasan oleh DPR di mana DPR tidak sekadar mengevaluasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2)," ucap Hikmahanto.
Hal yang sama sebelumnya juga disampaikan oleh anggota Komisi I DPR, Sukamta. Ia menyatakan, perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura semestinya diratifikasi lewat UU, bukannya melalui Perpres sebagaimana rencana pemerintah.
"FIR merupakan kontrol wilayah udara yang wilayahnya ada dalam wilayah NKRI. Maka ini termasuk urusan strategis, terkait kedaulatan wilayah. Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya," kata Sukamta dalam siaran pers, Kamis (17/2/2022).
Sama seperti Hikmahanto, ia menyebut ketentuan itu sesuai amanat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Sukamta juga mengingatkan isi dari Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 yang mengatur soal perjanjian dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR.
Baca juga: Chappy Hakim: Masalah Wilayah Udara Natuna Lebih Urgen daripada Beli Jet Tempur Baru
"Dari berbagai aspek ini sudah jelas perjanjian FIR harus dikonsultasikan dengan DPR untuk diatur dengan UU. Jika pemerintah menentukan sendiri bahwa ini diatur dengan perpres, tanpa konsultasi dan persetujuan DPR, itu sembrono namanya," ungkap politikus PKS tersebut.
Ketentuan mengenai perjanjian internasional juga diatur dalam Pasal 11 ayat (2), yang isinya sebagai berikut:
Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Jadi, kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," tegas Sukamta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.