Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Beri Catatan 10 Kesamaan Pemerintahan Jokowi dan Rezim Orde Baru Soeharto

Kompas.com - 14/02/2022, 16:38 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyamakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Ini terkait aspek pembangunan yang dinilai mengabaikan keadilan bagi masyarakat.

Dalam postingannya di Instagram pada Minggu (13/2/2022), YLBHI menyebut Pemerintah Jokowi lebih mengutamakan pembangunan fisik dibandingkan demokrasi. YLBHI mengizinkan Kompas.com untuk mengutip statementnya di akun Instagram @yayasanlbhindonesia.

"Pemerintahan Jokowi serupa dengan Orde Baru dalam pembangunanisme. Mereka mengingkari mandat Konstitusi dengan mengabaikan keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab!" tulis YLBHI seperti dikutip Kompas.com pada Senin (14/2/2022).

Kemudian, YLBHI menuliskan 10 kesamaan Pemerintahan Jokowi dan Orde baru.

Pembangunan disebut mengejar target politik, menabrak aturan, hingga melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat yang berusaha mempertahankan haknya.

Baca juga: Pemerintahan Jokowi Disamakan Orba, Ngabalin: YLBHI Jangan Asal Bunyi

Berikut pernyataan YLBHI:

10 Kesamaan Pemerintahan Jokowi & Orba

1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba "dari atas" ke "bawah" untuk kejar target politik minus demokrasi.

2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis

3. Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural

4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yg bermasalah

5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat

6. Melayani kehendak kekuasaan dan elit oligarki dg cara perampasan & perusakan lingkungan

7.Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko

8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh

9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap

10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta

Baca juga: YLBHI: Warga Wadas Sudah Menolak Pertambangan Sejak Tahun 2013

Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Zainal Arifin mengatakan pernyataan YLBHI tersebut merupakan sebuah bentuk kritikan kepada Pemerintah Jokowi.

"Ini kritik YLBHI terhadap pemerintahan Jokowi melihat pola kesamaan kaitannya dengan kasus-kasus yang terjadi hari-hari ini," kata Zainal Arifin saat dihubungi, Senin (14/2/2022).

Singgung "Wadas Melawan" hingga korban tewas demo penolakan tambang

Zainal menyebut sebenarnya ada cukup banyak konflik sosial terjadi pada program-program pembangunan infrastruktur yang dilakukan di era Jokowi.

"Melihat dari berbagai kasus yang ada misalnya Wadas, Pakel, terus kemarin di Sulteng sampai satu orang meninggal," sebutnya.

Seperti diketahui, pekan ini terjadi penangkapan puluhan warga Desa Wadas di Purworejo terkait pembangunan Bendungan Bener.

Lebih dari 60 orang warga Wadas diamankan Polisi buntut penolakan penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener yang merupakan salah satu proyek strategi nasional (PSN). Peristiwa ini mendapat banyak perhatian hingga muncul seruan "Wadas Melawan".

Sementara itu konflik agraria di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Banyuwangi, sebenarnya sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Sengketa tanah terjadi antara warga Desa Pakel dengan perusahaan pemilik Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang diduga menyerobot tanah warga Desa Pakel.

Baca juga: Konflik Lahan di Desa Pakel Banyuwangi, BPN Pertimbangkan Riwayat HGU

Mengutip dari laman walhi.or.id, Senin (14/2/2022), warga Desa Pakel melakukan pendudukan lahan tahun 1999-2001. Dalam aksi tersebut, menurut Walhi, banyak warga ditangkap, dipenjara, hingga mengalami berbagai kekerasan fisik.

Kemudian pada akhir 2018, warga kembali melakukan aksi reklaiming dengan penanaman kembali ribuan batang pohon pisang di lahan yang menjadi sengketa. Warga bepedoman pada surat BPN Banyuwangi per tanggal 14 Februari 2018 yang menyatakan Desa Pakel tidak masuk dalam HGU.

Walhi mengatakan, aksi tersebut menyebabkan puluhan warga Pakel mendapatkan surat panggilan dari pihak kepolisian sepanjang tahun 2019, dan satu orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan.

Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi pada tahun 2020 menyatakan warga tersebut tidak bersalah. Hingga saat ini sengketa masih terjadi, dan warga Desa Pakel masih sering melakukan aksi.

Baca juga: Demo Tolak Tambang di Parigi Moutong Ricuh, Satu Orang Tewas, Ini Kata Kapolda Sulteng

Lalu terkait adanya korban meninggal dunia di Sulawesi Tengah (Sulteng), kejadian tersebut terjadi pada Sabtu (12/2) kemarin saat kericuhan dalam aksi demo penolakan tambang di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).

Seorang warga Desa Tada, Parimo, bernama Aldi diduga tewas tertembak saat aparat keamanan membubarkan aksi warga. Polisi membubarkan massa demo karena aksi telah menutup jalan trans penghubung antara Parigi Moutong ke Provinsi Gorontalo.

YLBHI menyebut pihaknya banyak mendampingi kasus-kasus seperti ini. Oleh karena itu, YLBHI bisa menarik kesimpulan kebijakan-kebijakan pembangunan di era Jokowi banyak melukai prinsip-prinsip demokrasi.

"(Ini berdasarkan) kasus-kasus yang kemudian ditangani oleh 17 LBH kantor, dan juga kasus-kasus yang ditangani oleh kawan-kawan di jaring YLBHI," jelas Zainal.

"Jadi YLBHI lebih pada kritik mengenai situasi hari ini yang sebenarnya juga nyambung dengan temuan-temuan dan beberapa laporan-laporan yang disampaikan YLBHI sebelumnya bahwa rezim ini mengarah pada rezim Otoritarianisme," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com