Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi Payung Hukum JKP Jadi Pengganti JHT, Anggota Komisi IX: UU Ciptaker Apa Sudah Bisa Diberlakukan?

Kompas.com - 14/02/2022, 05:07 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan payung hukum dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang menjadi pengganti Jaminan Hari Tua (JHT).

Ia bertanya-tanya apakah UU Cipta Kerja sebagai payung hukum JKP sudah dapat diberlakukan lantaran masih harus diperbaiki atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Di satu pihak, ada JKP, di pihak lain ada JHT. Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya. Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan?" kata Saleh kepada Kompas.com, Sabtu (12/2/2022).

Baca juga: Soal Aturan Klaim JHT Saat Usia 56 Tahun, Pekerja: Iurannya Wajib, Masa Pencairan Dipersulit

Saleh menuturkan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Putusan MK itu membuat UU Ciptaker harus dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun. Setelah dua tahun tak ada perbaikan, maka Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 itu dinyatakan tidak berlaku.

"Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya, diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja?," tanya Saleh.

Di sisi lain, Ketua Fraksi PAN DPR itu melihat bahwa kebijakan JKP juga kurang sosialisasi terhadap masyarakat.

Dengan begitu, menurut Saleh, Kementerian Ketenagakerjaan belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP.

Baca juga: Desak Permenaker 2/2022 Ditunda, PSI: Kondisi Ekonomi Sulit, Uang JHT Bisa Jadi Penyelamat

"Kalau betul, JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung," tambah dia.

Oleh karena itu, Saleh menilai bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 masih sangat layak untuk diperbincangkan publik.

Dia menekankan agar ada diskusi publik yang dibuat sebagai maksud agar pemerintah mendapat masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja.

"Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar permenaker ini dicabut," jelasnya

"Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait," pungkas Saleh.

Baca juga: ASPEK Curiga BPJS Ketenagakerjaan Tak Punya Dana Soal JHT Cair di Usia 56

Diketahui, menyusul Permenaker yang diterbitkan, pemerintah akan meluncurkan program terbaru yaitu JKP.

Disebutkan, ada keuntungan yang didapat bagi para pekerja/buruh yang terkena PHK dalam program tersebut.

Salah satunya pemberian uang tunai menyesuaikan iuran yang dibayarkan ke BP Jamsostek.

Manfaat pemberian uang tunai bagi pekerja yang di-PHK bisa didapatkan, asalkan peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tersebut rutin membayarkan iuran minimal 6 bulan berturut-turut.

JKP merupakan program pelengkap yang ada di BPJS Ketenagakerjaan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan meluncurkan program JKP pada 22 Februari mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com