JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi salah satu UU yang paling banyak diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) selama 2021.
Sepanjang tahun tersebut, UU Cipta Kerja diuji sebanyak 9 kali.
Selain itu, empat undang-undang lainnya yang paling banyak diuji yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Baca juga: Ketua MK: UU Pemilu hingga UU KPK Paling Sering Diuji di Tahun 2021
"UU Pemilu dan UU Cipta kerja diuji masing-masing sebanyak sembilan kali, KUHP diuji empat kali, UU KPK dan UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang masing-masing diuji sebanyak tiga kali," kata Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan MK Tahun 2021, Kamis (10/2/2022).
Sejak disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, UU Cipta Kerja memang menuai banyak kontroversi. Banyak pihak tak setuju pada berlakunya UU tersebut, sehingga tak heran banyak diuji di MK.
Gugatan terhadap UU Cipta Kerja dilayangkan oleh sejumlah pihak, mulai dari serikat buruh dan pekerja, karyawan, mahasiswa, bahkan pelajar. Gugatan diajukan baik secara formil maupun materiil.
Dari sembilan gugatan, hanya satu yang dikabulkan sebagian oleh majelis hakim MK. Sisanya, delapan gugatan ditolak atau tidak dapat diterima.
"Ada yang ditolak, ada yang tidak dapat diterima," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Kompas.com, Jumat (11/2/2022).
Satu-satunya gugatan terhadap UU Cipta Kerja yang dikabulkan sebagian itu dituangkan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Baca juga: Anwar Usman: Jumlah Perkara yang Ditangani MK Tahun 2022 Berpotensi Meningkat
Dikutip dari dokumen yang diunggah di laman resmi MK, ada enam penggugat dalam perkara itu, yakni Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Ali Sujito, Muhtar Said, Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau.
Melalui putusan tersebut, untuk pertama kalinya dalam sejarah, MK mengabulkan sebagian permohonan uji formil.
Majelis hakim menyatakan bahwa UU Cipta Kerja cacat secara formil. Untuk itu, MK menyatakan bahwa UU tersebut inkonstitusional bersyarat.
“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan'," ucap Anwar Usman saat membacakan putusan sidang, Kamis (25/11/2022).
Baca juga: Melihat Putusan MK Soal UU Cipta Kerja di Balik Penolakan Warga Wadas pada Proyek Bendungan Bener
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik.