JAKARTA, KOMPAS - Gejala Covid-19 varian Omicron yang mirip dengan flu sering kali membuat bingung masyarakat yang sedang mengalami pilek atau batuk. Untuk mengantisipasi, pakar menyarankan agar masyarakat lebih baik membatasi diri melakukan kontak dengan orang lain.
"Semua penyakit yang disebabkan virus itu mirip, untuk gejala fase akutnya. Ada demam, meriang, pegal-pegal, nyeri sendiri, batuk atau flu, beringus, kepala pusing, mata agak berair kemerahan, hidung sengau," ujar Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman saat dihubungi, Jumat (11/2/2022).
"Mau itu flu sendiri, polio, campak, cacar air, atau HIV, termasuk Covid-19. Makanya namanya flu like illness," imbuhnya.
Namun yang harus menjadi perhatian, saat ini Covid-19 sedang mewabah. Oleh karena itu diperlukan kesadaran diri terhadap kemungkinan terpapar yang jauh lebih besar.
Baca juga: Saat Flu Tak Lagi Bisa Dianggap Enteng karena Mirip Gejala Omicron...
"Sebaiknya menganggap bahwa kalau lagi ada gejala seperti flu ini lebih baik diam di rumah, membatasi diri untuk kontak dengan orang di rumah," tutur Dicky.
Jika memungkinkan, masyarakat yang sedang mengalami gejala flu bisa melakukan rapid test antigen atau PCR. Dengan begitu, menurut Dicky, kepastian apakah gejala yang dirasakan betul Covid-19 atau hanya flu biasa bisa diketahui.
"Prinsip dari tes ini juga kalau memang ada gejala agak mendekati sedang ke atas, lebih baik PCR. Tapi kalau tidak bergejala atau ringan, ya rapid test antigen. Terutama kalau memerlukan status untuk memutuskan ini benar-benar Covid atau tidak," paparnya.
Hanya saja jika masyarakat memilih tidak melakukan tes, langkah paling aman yang bisa dilakukan adalah dengan membatasi kontak dengan orang lain.
Dengan berdiam diri di rumah atau isolasi mandiri (isoman) terbatas, potensi penyebaran virus Covid-19 lebih bisa diminimalisir.
Baca juga: Bayang-bayang Faskes Kolaps Saat Kasus Aktif Covid-19 di Ambang 300.000
"(Pembatasan kontak) bisa 5 hari atau sampai tidak ada gejala. Tapi ini kalau sudah divaksin," ujar Dicky.
Apabila masyarakat merasakan gejala Omicron mirip flu tapi belum divaksin, Dicky menyarankan untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.
"Sebaiknya segera kontak tenaga kesehatan untuk mendapatkan saran lebih lanjut. Apa itu tes, ataupun harus isolasi karantina terpadu," jelas dia.
Gejala Omicron mirip flu memang harus membuat semua pihak lebih mengantisipasi.
Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mengingatkan petugas kesehatan untuk lebih memperhatikan lagi perbedaan gelaja Omicron dengan flu biasa pada pasien sehingga dapat melakukan antisipasi.
"Tolong dicermati ini, gejala yang khas (infeksi Omicron). Memang sedikit mirip dengan flu, tapi flu itu jarang loh nyeri tenggorok dan jarang tenggorokan gatal," ungkap Erlina, Sabtu (22/1/2022).
"Flu biasanya pilek yang disertai batuk," tambahnya.
Dokter Spesialis Paru Konsultan ini pun menjelaskan perbedaan flu biasa dan gejala khas Omicron.
Baca juga: IDAI: Gejala Omicron pada Anak Dominan Batuk dan Pilek
Adapun gejala Omicron yang mirip flu biasanya disertai dengan nyeri tenggorok atau tenggorokan yang gatal.
"Jadi gejala klinis yang khas dan terbanyak dari infeksi Omicron ini adalah hidung tersumbat atau rinore, dan gejala khas lainnya adalah batuk, nyeri tenggorok, terutama tenggorokan gatal," terang dia.
Dalam kesempatan berbeda, Erlina juga mengimbau masyarakat memeriksakan diri apabila sedang mengalami gejala seperti flu. Bila perlu, melakukan tes Covid-19.
"Pasien-pasien yang flu, terutama yang nyeri tenggorok atau sakit tenggorok, itu saya sarankan untuk pemeriksaan PCR dan terbukti biasanya positif dan biasanya ini yang Omicron," imbau Erlina.
Baca juga: Epidemiolog Nilai Kasus Omicron Bisa 3 Kali Lebih Tinggi dari Puncak Kasus Varian Delta
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan masyarakat bisa membeli vitamin maupun obat "warung" untuk meredakan gejala Omicron yang mirip flu biasa.
Obat "warung" yang bisa dibeli masyarakat harus kategori obat yang dijual bebas dan berlogo hijau seperti penurun panas dan vitamin.
"Jadi vitamin bisa dibeli karena merupakan obat bebas, kemudian obat penurun panas merupakan obat yang berwarna hijau jadi bisa dibeli dengan bebas tidak perlu resep dokter," kata Nadia dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (10/2/2022).
Meski begitu, masyarakat tetap harus berkonsultasi dengan dokter apabila hendak membeli obat yang harus disertai dengan resep.
Kemudian apabila sudah mengkonsumsi obat "warung" tapi gejala tak juga berkurang, pasien diminta untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.