JAKARTA, KOMPAS.com - Gempa mengguncang wilayah Banten, Jumat (4/2/2022) pukul 17.10.45 WIB.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa berkekuatan Magnitudo 5,5 ini berasal dari barat daya Bayah, Banten, dengan kedalaman 10 kilometer.
BMKG memastikan gempa ini tidak berpotensi tsunami.
Baca juga: BREAKING NEWS: Gempa Magnitudo 5,5 Guncang Bayah Banten, Terasa sampai Jakarta
Sekitar tiga menit sebelum gempa, terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Lampung. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM mencatat, erupsi terjadi pada pukul 17.07 WIB.
Berdasar hasil pengamatan, tinggi kolom abu kurang lebih 1.000 meter di atas puncak (sekitar 1.157 meter di atas permukaan laut).
Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 milimeter dan durasi kurang lebih 2 menit 49 detik.
Saat ini Gunung Anak Krakatau berada pada status level II atau waspada. Dengan status tersebut, masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 2 kilometer dari kawah.
Baca juga: BMKG: Gempa Magnitudo 5,5 di Bayah Banten, Tak Berpotensi Tsunami
Dengan jarak waktu yang berdekatan, adakah keterkaitan antara gempa di Bayah dengan erupsi Gunung Anak Krakatau?
Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, memastikan, tidak ada hubungan antara gempa di Bayah dengan erupsi Gunung Anak Krakatau.
"Gempa selatan Banten ini murni gempa tektonik yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda," katanya kepada Kompas.com, Jumat (4/2/2022).
Daryono menjelaskan, gempa yang terjadi di Bayah merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya deformasi batuan pada kerak Samudera lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Banten.
"Gempa jenis ini lazim disebut sebagai gempa yang bersumber dalam lempeng atau gempa interslab (interslab earthquake)," ujar dia.
Sementara, Subkoordinator Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana, mengatakan, lokasi gempa tektonik di Bayah memang relatif berdekatan dengan Gunung Anak Krakatau.
Namun, senada dengan Daryono, ia memastikan tak ada keterkaitan langsung antara gempa dan erupsi keduanya.
"Proses tektonik dan vulkanik tidak berkaitan secara langsung," kata Devy kepada Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Tinggi Abu Vulkanik Capai 1.000 Meter
Namun demikian, Devy mengatakan, gempa tektonik bisa saja menjadi pemicu erupsi.
Sebab, saat ini kondisi magma di Gunung Anak Krakatau sedang dalam kondisi overpressure atau kelebihan tekanan.
Sebagai analogi, gunung api adalah gelas dan magma adalah air. Jika air di dalam gelas penuh lantas ada gangguan dari luar, dalam hal ini digoyang oleh gempa tektonik, maka air itu bisa tumpah.
"Namun, jika di dalam gelas ini tidak ada airnya (magma) maka digoyang gempa sebesar apapun tidak akan keluar airnya (tidak terpicu erupsi)," terang Devy.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Masyarakat Diimbau Waspada Hoaks
Devy menambahkan, meski gempa di Bayah dan erupsi Gunung Anak Krakatau berada di lempeng yang sama, tapi keduanya memiliki sistem yang unik satu sama lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.