KOMPAS.com - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Fadli Zon menegaskan, pihaknya akan terus konsisten dalam menyuarakan pemulihan demokrasi di Myanmar.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah RI untuk mendesak Junta Militer agar segera menjalankan Five-Point Consensus ASEAN yang secara keseluruhan berfokus pada tiga hal.
“Pertama, perlindungan masyarakat sipil. Kedua, pemulihan demokrasi dan ketiga yaitu urgensi pemeliharaan stabilitas kawasan,” ujarnya seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (1/2/2022).
Pernyataan disampaikan Fadli beberapa waktu lalu saat diundang menjadi pembicara dalam web seminar (webinar) yang diselenggarakan Parlemen Eropa dalam rangka memperingati satu tahun kudeta yang dilakukan oleh Junta Militer di Myanmar.
Baca juga: Rakyat Myanmar Gelar Protes Diam, Strategi Baru Menentang Junta Militer
Webinar berjudul ‘’Webinar of the European Parliament, One-Year Anniversary of the Myanmar Coup’’ itu juga dihadiri Duta Besar Uni Eropa untuk Myanmar Yang Mulia Ranieri Sabatuci, Perwakilan Parlemen Myanmar di Pengasingan (CRPH) Daw Myat Thida Htun, serta Jurnalis Myanmar pemenang Pulitzer Aye Min Tant.
Acara dimoderatori oleh Direktur Hubungan Antar Parlemen Parlemen Eropa-Asia Tenggara, Antoine Ripoll.
Pada kesempatan tersebut, Fadli mengatakan bahwa sejumlah langkah terobosan harus diambil untuk memulihkan demokrasi di Myanmar..
Sebab, kudeta terhadap demokrasi setahun lalu di Myanmar tentu mengganggu stabilitas dan kekohesifan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
“Dari perspektif politik dan keamanan, sebagai lingkungan strategis Indonesia, stabilitas, perdamaian dan keamanan kawasan Asia Tenggara sangatlah penting,” imbuh Fadli.
Baca juga: Pemerintah Yakin Indonesia Siap Bersaing Ekspor Listrik di Kawasan Asia Tenggara
Menurutnya, demokratisasi di kawasan juga memiliki peran sentral dalam menjamin tercapainya agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Namun, perkembangan terkini di Myanmar masih jauh dari harapan.
Pasalnya, kekerasan oleh Junta Militer masih berlangsung mengakibatkan banyak masyarakat sipil menjadi korban.
“Potensi pecahnya perang sipil dalam skala besar, menjadi tak mudah untuk memelihara stabilitas, perdamaian, dan keamanan yang diperlukan kawasan Asia Tenggara,” ucap Fadli.
Baca juga: Faktor Pendorong Berdirinya ASEAN di Kawasan Asia Tenggara
Selain itu, lanjut dia, dampak krisis di Myanmar juga sangat signifikan terhadap ekonomi, kemiskinan, keamanan pangan, dan keamanan kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Politisi Gerindra itu juga mengingatkan, apabila krisis semakin berkepanjangan, akan semakin sulit menyelesaikan masalah kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya sejak 2017.
Fadli menilai, secara keseluruhan dampak krisis karena kudeta Junta Militer Myanmar tersebut berpeluang meluas dan mengganggu stabilitas kawasan.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dijerat Junta Militer Myanmar Dakwaan Penipuan di Pemilu