Dugaan perbudakan modern yang dilakukan Bupati Langkat pertama kali diungkap oleh Migrant Care.
Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit.
Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut.
Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja. Jumlah itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.
Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap hari, dari pukul 08.00-18.00. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses untuk keluar.
Para pekerja bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak. Tak hanya itu, mereka juga diduga mengalami penyiksaan, bahkan tidak diberi gaji.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis.
Migrant Care menilai bahwa situasi ini bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
Kini, dugaan kejahatan tersebut tengah diselidiki lebih lanjut oleh pihak kepolisian dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam mengatakan, Terbit bisa saja diproses hukum akibat kasus ini, meski saat ini bupati non-aktif itu mendekam di sel tahanan KPK sebagai tersangka suap.
"Kalau memang ditemukan ada kasus penyiksaan, ditemukan ada kasus perdagangan orang, ya tentu kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya dan harus tetap dijalankan proses. Jadi berbeda dengan kasus korupsinya, ini bisa kena penyiksaan, bisa juga kena perdagangan orangnya," katanya, Senin (25/1/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.