“Wawan sering bercerita tentang gerakan mahasiswa tahun 1998. Perjuangan belum selesai tapi teman-temannya banyak yang lari dari perjuangan,” kenang Sumarsih ketika bebincang dengan Kompas.com, Jumat (21/1/2022).
Sejak Januari 2007, Sumarsih dkk menginisiasi Aksi Kamisan. Lima belas tahun berlalu dan selama itu pula negara seolah amnesia atas tanggung jawabnya.
“Penguasa semakin menutup mata dan telinga,” kata dia.
Baca juga: Aksi Kamisan: Panjang Umur Perjuangan Keluarga Korban!
Sumarsih mengaku pernah menyimpan harapan bahwa negara akan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia bercerita, setiap kali menjelang pemilihan umum, Susilo Bambang Yudhoyono maupun Joko Widodo kerap melontarkan janji itu.
Bahkan, bukan hanya janji. Keduanya sama-sama pernah mengundang Sumarsih dkk untuk membicarakan masalah ini di Istana.
SBY melakukannya pada 26 Maret 2008. Pertemuan itu terjadi beberapa hari sebelum Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa berkas penyelidikan Komnas HAM untuk Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, hilang.
Berikutnya, Joko Widodo melakukan hal serupa pada 31 Mei 2018. Sumarsih mengungkapkan, ia sempat bimbang untuk menyambut undangan tersebut karena Jokowi, justru mempekerjakan Wiranto, Panglima ABRI pada 1998, dalam kabinetnya.
Baca juga: Catatan 12 Tahun Aksi Kamisan Akan Diberikan kepada Presiden
Ada benang merah yang menautkan SBY dan Jokowi dalam hal ini.
Pertama, keduanya sama-sama mengundang korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat ketika menjelang pemilu. Kedua, dua-duanya sama-sama bermodal janji manis belaka.
“Hitam di atas putih, Pak Jokowi berjanji menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, kasus-kasusnya bahkan disebutkan, kemudian beranji menghapus impunitas (kekebalan hukum), tapi kenyataannya, di pertengahan periode pertama Pak Jokowi mengangkat terduga pelanggar HAM berat (Wiranto),” ujar Sumarsih.
Padahal, Jokowi pernah menjadi sosok tumpuan harapan Sumarsih dkk. Janji-janjinya ketika pertama kali melenggang ke percaturan politik nasional pada 2014 lalu membawa angin segar.
Apalagi, waktu itu, Jokowi masuk dalam kontestasi sebagai calon dengan rekam jejak bersih bila dibandingkan dengan lawannya saat itu, Prabowo Subianto.
Dalam Nawa Cita yang digadang-gadang, eks Wali Kota Solo itu juga berjanji menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
“Saya itu dari pemilu tahun 1999, 2004, 2009, saya itu golput. Kemudain 2014 saya kampanye, ayo pilih Pak Jokowi karena ada harapan itu. Saya sampai bilang di Aksi Kamisan, saya akan berhenti dari Aksi Kamisan karena saya penuh harap Pak Jokowi akan selesaikan kasus HAM berat,” ungkapnya.