“Harapan itu sebetulnya sudah tidak ada.”
Baca juga: Sumarsih, Aksi Kamisan, dan Cinta untuk Wawan...
Sumarsih jelas kecewa karena sosok yang diharapkan begitu rupa ternyata sama saja dengan pendahulunya.
Jokowi justru menawarkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat namun sifatnya nonyudisial alias di luar jalur pengadilan.
Tawaran ini dianggap mengingkari hak korban dan menabalkan impunitas bagi para pelaku pelanggaran HAM berat. Sumarsih secara terang-terangan menolak wacana ini.
Di era kepemimpinan presiden yang sama, karpet merah bukan hanya diberikan bagi satu terduga pelanggar HAM berat.
Teranyar, Mayjen Untung Budiharto yang notabene anggota Tim Mawar yang terlibat penghilangan paksa pada 1997-1998, terpilih sebagai Pangdam Jaya, dan belum terdengar intervensi Jokowi soal polemik ini.
Harapan juga menguap karena wakil-wakil rakyat di Senayan juga tak dapat diandalkan.
“Banyak orang bilang, seperti Pak Asrul Sani atau Taufik Basari beberapa kali mengatakan, peta politik di DPR masih sama dengan zaman Orde Baru, bahwa DPR bukan wakil rakyat tapi wakil partai,” ujar Sumarsih.
“Mengapa saya juga tidak percaya (pemerintah), karena sekarang ini para terduga pelanggar HAM berat, termasuk orang yang sudah dinyatakan secara inkrah—walau akhirnya mengajukan banding—diberi jabatan strategis mengambil kebijakan,” tuturnya.
Baca juga: Suciwati Munir Khawatir Pertemuan Jokowi dengan Peserta Kamisan hanya Simbolis di Tahun Politik
Lantas, apa yang membuat Sumarsih tetap setia berdiri setiap hari Kamis, dengan tuntutan yang sama, dengan rasa berkabung yang masih sama, juga di depan Istana yang sama?
“Harapan sebetulnya sudah tidak ada, karena berkali-kali kami dibohongi. Harapan saya ada di anak-anak muda yang datang ke Aksi Kamisan,” akunya.
“Suatu saat mereka yang akan memimpin negara ini, ada yang jadi presiden, atau menjadi penegak hukum yang mampu dan berani menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” tambah Sumarsih.
Kini, saat kancah politik mulai riuh oleh politikus-politikus yang sibuk memoles citra menyongsong Pemilu 2024, Sumarsih dkk masih menekuri jalan sunyi.
Jalan sunyi di mana mereka betul-betul sendirian menuntut tanggung jawab negara dan suara yang mereka dengar hanya suara mereka sendiri.
“Memangnya masih ada Pemilu 2024? Bukankah akan 3 periode seperti Orde Baru?” kata Sumarsih berkelakar.
“Kalau ada Pemilu lagi di 2024, saya akan kampanye golput: golput makmur, golput sejahtera—seperti dulu bersama Pak Fadjroel (Rachman) yang belakangan bergabung dengan Pak Jokowi,” tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.