JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan anak muda berdiri membentuk lingkaran di seberang Istana Merdeka. Dengan memegang payung dan mengenakan baju hitam, mereka tampak khidmat mendengarkan seseorang yang tengah orasi di tengah lingkaran.
Di antara sederet anak muda itu, terdapat seorang ibu yang ikut berdiri di belakang lingkaran. Apa yang dikenakannya serba hitam. Kaus, tas, hingga payung bertuliskan #UsutTuntas Kasus Tragedi Semanggi.
Banyak orang menghampirinya, bersalaman kemudian berbincang seakan menjadi sorotan utama. Mereka pun menyatu dalam gerakan yang dikenal sebagai Aksi Kamisan.
Perempuan itu, Maria Katarina Sumarsih, merupakan salah satu inisiator Aksi Kamisan. Bertahun-tahun aksi tersebut ia jadikan sebagai saluran perjuangannya menuntut keadilan kepada negara.
Baca juga: Sumarsih, Aksi Kamisan, dan Cinta untuk Wawan...
Sejak 18 Januari 2007, hari Kamis menjadi momen Sumarsih menyuarakan tuntutan supremasi hukum kepada pemerintah di seberang Istana Merdeka.
Ratusan aksi telah dilalui. Orang datang dan pergi. Namun, Sumarsih tetap konsisten menuntut keadilan atas meninggalnya sang putra, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa yang menjadi korban Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998.
Aksi Kamisan juga hadir sebagai bentuk aksi dari para korban dan keluarga korban dari berbagai kasus.
Antara lain, Tragedi 1965, Semanggi I, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, dan korban pelanggaran HAM lainnya.
Mereka meminta negara untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut yang sekarang masih terhambat di Kejaksaan Agung.
Baca juga: 8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak Masuk ke Istana