JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Indikator Politik Indonesia menempatkan PDI Perjuangan sebagai partai yang paling banyak dipilih jika pemilihan legislatif digelar saat ini.
Bahkan, dari 18 partai, hanya PDI-P yang mendapatkan suara lebih dari 20 persen.
Di posisi kedua ada Partai Gerindra, dan urutan selanjutnya ditempati Partai Golkar.
"PDI-P masih di peringkat pertama, Gerindra di peringkat kedua dengan Golkar selisihnya tidak signifikan," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi, dalam konferensi pers daring, Minggu (9/1/2022).
Baca juga: Survei Indikator: PDI-P Paling Banyak Dipilih, Lalu Gerindra dan Golkar
Dari hasil survei yang sama, hanya ada 8 partai yang memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Sisanya, 10 partai mendapat suara di bawah 3 persen, bahkan ada yang di bawah 1 persen. Berikut rinciannya:
Survei ini digelar selama 6-11 Desember 2021. Survei melibatkan 2.020 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Menggunakan metode wawancara tatap muka, survei ini memiliki margin of error sebesar 2,9 persen.
Dalam berbagai survei, PDI-P, Gerindra dan Golkar memang umumnya menempati tiga posisi teratas partai dengan elektabilitas teratas.
Popularitas ketiga partai tersebut tetap tinggi meski sejumlah kader mereka terjerat kasus korupsi.
"Sejak Juli 2021 temuan survei kami memang menujukkan ketiga partai tersebut secara konsisten menempati posisi tiga besar," kata Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, kepada Kompas.com, Senin (10/1/2022).
Dari PDI-P, sebutlah mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Pada akhir 2020, Juliari tersandung suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 dan telah divonis penjara 12 tahun penjara.
Lalu ada Harun Masiku, yang menjadi buron KPK sejak awal 2020 karena terjerat kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Baca juga: Survei Indikator: Prabowo Capres Terkuat, Ungguli Ganjar dan Anies
Sementara, dari Partai Gerindra, ada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Ia terjerat perkara suap ekspor benih losbter atau benur.
Pada pertengahan Juli 2021, Edhy divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.