Sejak diusulkan, pembahasan RUU PKS terus menemui jalan terjal. Hingga akhir periode DPR 2014-2019, RUU ini tak berhasil diselesaikan.
Bahkan, pada tahun 2020 RUU PKS ditarik dari Prolegnas Prioritas. RUU ini baru masuk kembali ke Prolegnas Prioritas DPR pada 2021.
Merunut mundur, pembahasan RUU TPKS sudah berlangsung sejak tahun 2016. Enam tahun sudah nasib RUU TPKS terombang-ambing tanpa ada kejelasan.
Sementara, kasus kekerasan seksual terus meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021 yang dikutip dari Harian Kompas, selama satu tahun terakhir, 1 dari 11 perempuan mengalami kekerasan fisik ataupun seksual dari pasangan ataupun selain pasangan.
Bahkan, kekerasan fisik yang dilakukan pasangan meningkat, demikian pula kekerasan seksual yang dilakukan selain pasangan.
Tak hanya perempuan, anak perempuan dan laki-laki berusia 3-17 tahun juga mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk.
Baca juga: RUU TPKS Tak Dibawa ke Rapat Paripurna, Komitmen DPR Dinilai Rendah
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menemukan, 3 dari 10 anak perempuan dan 2 dari 10 anak laki-laki mengalami satu jenis kekerasan atau lebih.
Survei tersebut dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain data kekerasan selama setahun terakhir, SPHPN tahun 2021 menemukan 26,1 persen atau 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya
Hal inilah yang membuat banyak pihak geram lantaran DPR tak kunjung selesai membahas RUU TPKS.
Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luluk Nur Hamidah misalnya, dalam Rapat Paripurna DPR pertengahan Desember lalu mempertanyakan sense of crisis DPR terhadap kekerasan seksual di Indonesia lantaran pembahasan RUU ini tak kunjung rampung.
"Begitu banyak yang sudah menunggu dan menilai bahwa DPR gagal dan tidak memiliki sense of crisis adanya darurat kekerasan seksual. Enough is enough," ujar Luluk, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/12/2021).
"Saya kira kita semua tidak ingin menjadi bagian yang tidak memiliki sense of crisis tersebut," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.