Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP. Namun, Presiden Jokowi pada Desember 2015 menolak usulan pengadaan helikopter tersebut.
Menurut Jokowi, harga helikopter itu terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit.
Baca juga: KPK Ajak Mahfud MD Ikut Kontribusi dalam Kasus Helikopter AW-101
Setahun kemudian, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan Presiden.
Meski demikian, KSAU menegaskan bahwa helikopter yang dibeli hanya satu unit. Helikopter tersebut juga dibeli dengan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara.
Selisih harga
Setelah lelang dilaksanakan, diduga terdapat selisih harga antara harga yang ditetapkan di dalam lelang dengan kerja sama yang telah dilakukan dengan produsen helikopter tersebut.
Saat itu, menurut Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Irfan telah melakukan kerja sama dengan produsen AgustaWestland di Inggris dan Italia.
Kontrak pembelian yang disepakati waktu itu senilai Rp 514 miliar. Namun, ketika lelang dilakukan dan PT DJM ditetapkan sebagai pemenang, nilai kontrak dengan TNI AU dinaikkan menjadi Rp 738 miliar.
Dengan demikian, terdapat selisih Rp 224 miliar yang dinilai menjadi risiko kerugian negara dalam proses pengadaannya.
Baca juga: Kontroversi Pembelian Helikopter AW-101
Meski demikian, hingga kini BPK belum menyelesaikan audit kerugian negara dalam peristiwa tersebut. Padahal, KPK telah meminta penghitungan tersebut sejak jauh sebelumnya.
Prematur tetapkan tersangka
Belum adanya audit kerugian negara ini dinilai menjadi salah satu alasan KPK terlalu prematur dalam menetapkan tersangka pada kasus ini.
"Dalam kasus ini, KPK sepertinya terlalu prematur dalam menetapkan tersangka," kata dosen hukum keuangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Simatupang, saat sidang gugatan praperadilan yang diajukan tersangka Irfan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 7 November 2017.
Namun, saat itu KPK berdalih penyidik KPK dapat melakukan penghitungan kerugian negara.
Hal itu telah dilakukan dan diperiksa kembali oleh ahli dari BPK saat dilakukan rapat koordinasi.