JAKARTA, KOMPAS.com – Media sosial menjadi salah satu sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan pendapat, termasuk mengkritik instansi kepolisian.
Di tahun 2021 pun muncul fenomena no viral no justice terkait kinerja kepolisian. Fenomena ini juga diikuti sejumlah tagar seperti tagar #PercumaLporPolisi, #SatuHariSatuOknum, hingga #PercumaAdaPolisi.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mengakui adanya fenomena no viral no justice dalam beberapa waktu belakangan.
Lewat fenomena itu, Sigit mengatakan, masyarakat ada yang berpandangan bahwa suatu laporan tindak pidana harus viral terlebih dulu agar ditindaklanjuti aparat.
Baca juga: Fenomena “No Viral No Justice, Ini 4 Kasus yang Baru Ditangani Polisi setelah Viral di Medsos
“Jadi ini kemudian sudah melekat di masyarakat bahwa harus viral, kalau tidak viral maka prosesnya tidak akan berjalan dengan baik,” kata Sigit di acara Rakor Anev Itwasum Polri 2021 yang disiarkan secara virtual, Jumat (17/12/2021).
Jenderal Sigit menceritakan, ia kerap mendapat aduan atau laporan dari masyarakat lewat media sosial.
Menurut dia, laporan dan aduan tersebut seharusnya bisa ditangani di level Polsek, Polres, hingga Polda.
Baca juga: Wanti-wanti Kapolri ke Anak Buah usai Muncul Fenomena No Viral No Justice
Sigit pun langsung meneruskan aduan-aduan di media sosial tersebut ke Polsek, Polres, dan Polda masing-masing daerah.
“Saya sendiri hampir setiap hari kurang lebih lebih 4 atau 5 laporan langsung masuk ke akun-akun Kapolri dan akun-akun ini biasanya terus kita teruskan ke Polda ataupun Polres,” ucap dia.
Banyak warganet meramaikan #PercumaLaporPolisi di lini media sosial Twitter pada Rabu (8/10/2021), akibat kekesalan terhadap kinerja polisi yang tak sungguh-sungguh dalam memproses kasus yang dilaporkan.
Tagar ini awalnya muncul setelah berita kasus pemerkosaan terhadap tiga anak yang diduga dilakukan oleh ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, viral.
Kasus pemerkosaan ini diungkap langsung oleh ibu dari tiga anak tersebut.
Namun, kepolisian di Luwu Timur malah menghentikan penyelidikan kasus tersebut dalam kurun waktu dua bulan sejak ibu tersebut membuat pengaduan ke polisi.
Saat kasus menjadi viral, Polres Luwu Timur, Sulawesi Selatan kemudian melakukan penyelidikan baru terkait kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak perempuan tersebut.
Baca juga: Kesal Birokrasi Lambat Atasi Tsunami Aceh, Jusuf Kalla: Ambil Pistol, Tembak Gemboknya!
Bersamaan dengan tagar itu, masyarakat banyak menceritakan pengalamannya di media sosial saat membuat laporan ke polisi namun tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan.
Sejak saat itu, #PercumaLaporPolisi kerap menjadi trending topic di media sosial Twitter setiap kali ada kasus ketidakadilan atau polisi yang bertindak melanggar aturan.
Tidak lama berselang, narasi 'Satpam BCA' menjadi trending topic di Twitter pada Minggu (17/10/2021). Sebuah twit dari pengguna Twitter ramai dibagikan dan diperbincangkan karena narasinya yang mengharapkan polisi bisa bekerja layaknya Satpam BCA.
Netizen pun beramai-ramai membandingkan kinerja polisi dengan satpam BCA yang terkesan lebih memberikan layanan terbaik dibandingkan dengan polisi.
Akan tetapi, setelah ramai dibagikan, orang yang menulis twit tersebut justru mengalami penyerangan berupa ancaman, intimidasi, hingga doxing di ranah digital.
Baca juga: Mendadak Jadi YouTuber Jelang Pemilu 2024...
Adapun, ancaman yang dialami pengkritik tersebut diduga dilakukan oleh oknum polisi hingga akun anonim.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, berharap kritik masyarakat itu tidak dibalas anggota Polri dengan sikap antikritik.
"Mestinya dipandang sebagai bentuk koreksi terhadap bentuk pelayanan, bukan ejekan terhadap institusi," ujar Rivanlee kepada Kompas.com, Minggu (17/10/2021).
Senada, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menilai, kritik satire yang menyebut polisi diganti satpam BCA merupakan aspirasi masyarakat yang harus diterima Polri karena belakangan kinerjanya ramai diperbincangkan.
Di akhir November ini, muncul lagi tagar #SatuHariSatuOknum beriringan dengan kasus Bripda RB yang diduga meminta seorang mahasiswi berinisial NWR untuk menggugurkan kandungan.
Adapun NWR diketahui meninggal dunia setelah bunuh diri di samping makam ayahnya di Mojokerto, Jawa Timur.
Dari penyelidikan polisi, penyebab NWR mengakhiri hidupnya karena mengalami tekanan mental atau depresi.
Baca juga: Jenderal Listyo: Ini Levelnya Polsek atau Polres, Kenapa Laporannya ke Kapolri...
Bripda RB juga terbukti memiliki hubungan asmara sebagai pacar dari NWR, sejak 2019 dan keduanya kerap berhubungan badan layaknya suami istri di sejumlah lokasi.
Akibatnya, Randy yang terseret kasus bunuh diri NWR, diberhentikan secara tidak hormat.
"Tindak tegas baik sidang kode etik untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, dikutip Antara, Minggu (5/12/2021).
Baca juga: Soal Komitmen Potong Kepala, Kapolri Copot 9 Perwira untuk Dievaluasi
Selanjutnya, ada lagi tagar #PercumaAdaPolisi yang menjadi trending topic pada Selasa (14/12/2021) pagi, bersamaan dengan ramainya kasus anggota Polsek Pulogadung, Jakarta Timur, yang tidak serius merespons laporan seorang warga yang menjadi korban pencurian.
Meta Kumala (32), yang menjadi korban, melaporkan kejadian pencurian ke Polsek Pulogadung karena kehilangan tas yang berisi kartu ATM, KTP, kartu kredit, kunci mobil, hingga uang senilai Rp 7 juta.
Namun, laporan Meta justru direspons dengan cibiran dari salah seorang anggota polisi.
"Dia bilang, 'Ngapain sih Ibu punya ATM banyak-banyak? Kalau begini kan jadi repot. Percuma kalau dicari juga pelakunya. Memang ibu enggak tahu adminnya itu mahal?'" ucap Meta menirukan omongan polisi tersebut saat dihubungi, Minggu (12/12/2021) malam.
Selain itu Meta juga hanya ditanya nama lengkap, tanggal lahir, dan barang-barang yang hilang dan disuruh untuk pulang menenangkan diri.
Bahkan Meta mengaku polisi tidak memberikan informasi lebih lanjut terkait prosedur yang akan dilakukan atas laporannya.
Profesionalisme Polri rendah
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, kemunculan berbagai tagar di media sosial untuk mengkritik kinerja Polri menunjukkan masih rendahnya profesionalisme anggota kepolisian.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, rendahnya profesionalisme itu ditunjukan dari penegakan hukum yang sangat dipengaruhi oleh tekanan publik.
Sugeng mengatakan, tekanan publik dilakukan masyarakat dengan memviralkan berbagai kinerja kepolisian yang dinilai mengecewakan.
“Ketika publik menekan, mereka seperti paku. Paku kalau dipukul dengan palu baru masuk ke dalam. Kalau tidak ada pukulan dari masyarakat paku itu tidak akan bergerak,” kata Sugeng kepada Kompas.com, Sabtu (18/12/2021).
Kepala Divisi Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) Kontras, Andi Muhammad Rezaldy pada Selasa (14/12/2021) menilai kemunculan sejumlah tagar terhadap polisi perlu direspons melalui perbaikan internal Polri.
Tagar-tagar tersebut, lanjut dia, merupakan ekspresi kekecewaan atau kritik masyarakat kepada institusi Polri.
Kapolri mendorong jajarannya untuk melakukan pembenahan terhadap kemunculan fenomena no viral no justice dan sejumlah tagar yang mengkritik kinerja Polri.
Eks Kabareskrim ini mengatakan, semua penilaian masyarakat ini harus diterima sebagai bagian dari kritik dan evaluasi bagi jajaran kepolisian
Evaluasi dapat dilakukan baik secara manajemen atau secara evaluasi terhadap perilaku individu masing-masing aparat kepolisian.
“Ini bagian dari tugas dari rekan-rekan untuk mengevaluasi ya, apa yang menyebabkan terjadi fenomena ini,” kata Listyo, di acara Rakor Anev Itwasum Polri 2021, disiarkan secara virtual, Jumat (17/12/2021).
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono pada Selasa (14/12/2021) mengatakan, tagar apa pun terkait polisi yang disuarakan masyarakat dalam media sosial dinilai sebagai ekspresi masyarakat yang mencintai Polri.
Pihak Polri juga memastikan, akan menindaklanjuti semua laporan yang diadukan masyarakat.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menekankan, Polri memiliki kewajiban merespons dan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat, baik itu kasus tindak pidana yang viral maupun tidak viral.
“Kasus-kasus yang ditangani Polri bukan hanya kasus-kasus yang viral di luar,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/12/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.