Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Lamanya Audit Kerugian Negara Hambat Penyidikan

Kompas.com - 22/12/2021, 11:08 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

Ia menilai, KPK, penyidik dan hakim juga bisa melakukan penghitungan kerugian negara. Mengingat, keputusan akhir perihal kerugian tersebut menjadi keputusan hakim.

"Jadi putusan hakim sebetulnya. Hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu. Apakah itu mengikat? Oh tidak. Tentu tidak mengikat hakim harus setuju," ujar Alex.

"Di putusan kan disebutkan di situ berapa kerugian negara dan siapa yang nanti yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian negara," imbuhnya.

Sebelumnya, Dalam sidang putusan terdakwa RJ Lino di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ketua majelis hakim Rosmina menilai, KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara.

Dalam sidang pembacaan vonis itu, Rosmina mengemukakan opini yang berbeda atau dissenting opinion dengan dua hakim anggota lain, yaitu Agus Salim dan Teguh Santoso.

Baca juga: Vonis 4 Tahun RJ Lino: Majelis Hakim Tak Satu Suara dan Dinilai Layak Bebas

Salah satu alasannya, karena terjadi perbedaan metode penghitungan kerugian negara yang dilakukan BPK dan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.

Perbedaan itu terkait penghitungan keuntungan pada perusahaan pengadaan QCC yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) asal China.

“Terjadi perbedaan (penghitungan kerugian negara) BPK tidak lagi memperhitungkan tentang keuntungan dari penyedia barang,” ujar Rosmina, saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/12/2021).

“Sedangkan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan (penyedia) meskipun disebutkan kerugian negara negara timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan,” tutur dia.

Berdasarkan penghitungan BPK, disebutkan bahwa pembayaran PT Pelindo II terhadap pengadaan dan perawatan 3 unit QCC senilai 15.165.150 dolar AS.

Sementara, menurut Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, yakni 15.554.000 dolar AS.

Kemudian hasil penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK itu dikurangi dengan nilai harga pokok penjualan (HPP) QCC berdasarkan manufaktur di China, ditambah keuntungan wajar dan biaya lain-lain dengan total 13.579.088,71 dolar AS.

Maka nilai kerugian negara adalah 1.974.911,29 dolar AS atau senilai Rp 28,82 miliar.

Dalam pandangan Rosmina, semestinya jika KPK menyebut bahwa pengadaan barang menyimpang, maka keuntungan penyedia tidak bisa diberikan.

Baca juga: Hitung Sendiri Kerugian Negara dalam Kasus RJ Lino, Pimpinan KPK: BPK Lama...

“Penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dilakukan secara tidak cermat dan melanggar asas penghitungan kerugian negara,” imbuh dia.

Dalam perkara ini RJ Lino divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com