Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika DPR Diminta Mengerti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi

Kompas.com - 15/12/2021, 07:43 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan kembali mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada Kamis (9/12/2021), Presiden Joko Widodo mendorong agar RUU Perampasan Aset segera ditetapkan.

"Ini juga penting sekali akan terus kita dorong dan kita harapkan tahun depan, insya Allah, ini juga akan bisa selesai," kata Jokowi, saat memberikan sambutan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, tahun ini pemerintah telah mengajukan dua RUU terkait pemberantasan korupsi ke DPR.

Selain RUU Perampasan Aset, pemerintah juga mengajukan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) supaya masuk Progam Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

"Tetapi kedua RUU tersebut di DPR pada tahun 2021 tidak menjadi prioritas. Artinya, DPR tidak setuju," ujar Mahfud, dikutip dari siaran YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas Prioritas, Jokowi Akan Kembali Ajukan ke DPR

Setelah kedua RUU itu gagal menjadi prioritas, pemerintah dan parlemen membuat kesepakatan.

Mahfud menyebutkan, hanya satu rancangan legislasi yang bakal dipertimbangkan sebagai prioritas pada 2022, yakni RUU Perampasan Aset.

"Pada waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja bahwa oke yang UU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022," kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berharap DPR bisa memahami pentingnya RUU Perampasan Aset dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi.

"Kita mohon pengertianlah agar nanti DPR menganggap ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi agar negara ini bisa selamat," imbuh Mahfud.

Dari era SBY hingga Jokowi

Kegagalan RUU Perampasan Aset masuk prolegnas prioritas di DPR sudah terjadi sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Direktur Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim mengatakan, pihaknya sudah memperjuangkan pengesahan RUU ini sejak zaman SBY hingga Jokowi.

Namun, RUU ini tetap tak pernah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR.

"Hanya masuk long list, ini saja enggak cukup, yang penting itu masuk (prolegnas) prioritas sehingga dibahas pada tahun itu, nah itu kita selalu mengalami kegagalan," kata Fithriadi dalam diskusi secara daring, Kamis (25/11/2021).

Fithriadi mengatakan, RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan mengingat modus pencucian uang saat ini semakin canggih.

Baca juga: Mahfud Minta Pengertian DPR Pentingnya RUU Perampasan Aset

Ia mencontohkan, salah satu kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Murtala Ilyas.

Dalam putusan pengadilan, Mahkamah Agung (MA) memvonis Murtala 8 tahun penjara, namun asetnya dikembalikan.

"Artinya kalau asetnya tidak diburu juga, tidak dirampas, ini tidak menimbulkan efek jera, apalagi perkembangannya yang terjadi upaya pencucian uang di kita memakai berbagai macam pihak dengan skema bermacam-macam sehingga terkesan tidak ada hubungan aset dengan kejahatan yang dilakukan," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Fithriadi menekankan, pentingnya regulasi terkait perampasan aset tersebut, di mana dalam mengungkapkan riwayat aset juga membutuhkan waktu yang lama.

"Sehingga nanti dapat dijelaskan aset-aset apa saja yang bisa diajukan pernapasan namun yang terpenting mekanisme perampasannya," ucap dia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).

Duduk bersama

Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, tidak masuknya RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022 perlu dibicarakan oleh pemerintah dan DPR.

Arsul menuturkan, pembuat undang-undang perlu mencari titik temu persoalan yang menghambat RUU Perampasan Aset masuk prolegnas prioritas.

"Di dalam Prolegnas prioritas 2022 tidak masuk, ini tentu perlu pemerintah dan DPR duduk bersama," kata Arsul.

Kendati demikian, Arsul menyarankan agar pemerintah berinisiatif melakukan strategi lainnya agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.

Salah satu saran yakni mengadakan forum diskusi antara Presiden dan perwakilan 9 fraksi di DPR.

"Ya mudah-mudahan kalau forum itu bisa diselesaikan. Saya sendiri karena bukan anggota Baleg (Badan Legislasi) jadi tidak tahu persis kenapa itu tidak masuk, pasti itu ditanyakan," ucap Arsul.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Perlu Duduk Bersama Urai Persoalan RUU Perampasan Aset

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, aturan hukum terkait perampasan aset tindak pidana sangat dibutuhkan.

Salah satu tujuannya agar kebocoran keuangan negara akibat korupsi dapat dialihkan untuk kepentingan rakyat.

"UU ini sangat dibutuhkan agar kebocoran harta negara baik yang dilakukan melalui korupsi atau tindakan-tindakan hukum lainnya termasuk keperdataan dapat ditarik dan meminimalisir kerugian yang dapat dialihkan pada program-program untuk kepentingan rakyat banyak," ujar Fickar, dikutip dari Kontan.co.id, Selasa.

Abdul mengatakan, RUU ini nantinya akan sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, rancangan aturan ini juga bisa memperpendek waktu terkait perampasan aset secara paksa terhadap barang atau harta negara hasil korupsi atau tindak pidana lainnya.

Menurut Abdul, desakan dari pemerintah agar rancangan ini menjadi perhatian DPR sudah tepat. Sebab, dengan RUU ini bisa mempercepat pengembalian harta negara yang dikuasai perorangan secara paksa dan cepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com