Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Suntoro
Peneliti BRIN

Penulis adalah Koordinator Kelompok Riset Hukum Lingkungan, Sumber Daya Alam dan Perubahan Iklim, pada Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia dan Ujian Demokrasi di Indonesia

Kompas.com - 10/12/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI ini, 10 Desember, merupakan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Secara khusus, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun ini mengambil tema “Equality - Reducing Inequalities, Advancing Human Rights”.

Tema itu merupakan turunan dari Pasal 1 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyatakan bahwa semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.

Penurunan indeks demokrasi

Tema Hari HAM Sedunia kali ini sejatinya relevan dengan situasi dan kondisi kontemporer di Indonesia, perjuangan untuk mendorong kesetaraan dan kemerdekaan masih menjadi persoalan yang serius. Indikator utama untuk menyatakan kemunduran dalam demokrasi di Indonesia didasarkan data indeks demokrasi yang dilansir berbagai lembaga yang kredibel.

Baca juga: Indeks Demokrasi RI Peringkat Ke-64 Dunia, Pilpres Tak Langsung Jadi Ancaman

The Economist Intelligence Unit (EIU) menempatkan Indonesia pada peringkat 64 secara global, serta peringkat 11 di regional Asia dan Australia. Secara total Indonesia mendapat skor 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies).

Penilaian tersebut didasarkan pada lima indikator, yakni 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme, 7,14 fungsi pemerintah, 6,11 partisipasi politik, 5,63 budaya politik demokrasi, dan 5,59 kebebasan sipil. Menurut penilaian itu, kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunnya kualitas demokrasi Indonesia.

Freedom House menempatkan indeks demokrasi Indonesia pada angka 61 secara global. Buruknya indeks ini dipengaruhi unsur utama pemenuhan hak politik (30/40) dan kebebasan sipil dengan angka yang rendah (31/60).

Freedom House memberikan beberapa catatan khusus mengenai kemerosotan itu dipengaruhi independensi dan kemerdekaan media massa terutama dengan ancaman penerapan Undang-Undang tentang Informasi dan Transkasi Elektonik (ITE), kekerasan terhadap jurnalis dan pembatasan akses wartawan khususnya ke Papua.

Aspek kemerdekaan dalam menjalankan agama dan kepercayaan juga terus berulang, persoalan persetujuan pendirian rumah ibadah dengan prasyarat (90 : 60) terus menjadi momok bagi minoritas, termasuk catatan mengenai imparsialitas dalam proses penegakan hukum dalam dimensi kekerasan berbasis agama.

Satu hal lain yang menjadi catatan Freedom House adalah tindakan memata-mati ataupun pengawasan terhadap pihak ataupun orang yang tidak sejalan dengan visi pemerintah, terutama persoalan Papua dan tidak luput pengawasan terhadap aktivitas media sosial para pegawai negeri yang dinilai radikal.

Baca juga: Sederet Catatan Kontras untuk Pemerintah di Hari HAM, Belum Tuntasnya Kasus Masa Lalu hingga Papua

Tampaknya berbagai temuan lembaga internasional selaras dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Indikator mengenai aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama dari 80,43 pada 2018 naik menjadi 84,02 pada 2020.

Demikian halnya indikator mengenai tindakan/pernyataan pejabat yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama mengalami kenaikan hampir 9 persen, jika pada 2018 hanya 84,38 pada 2021 menjadi 93,38.

Sensitivitas gender yang merupakan perwujudan dari prinsip kesetaraan juga semakin bermasalah di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada indikator adanya aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, kelompok. Angkanya naik 0,49 dari 92,16 pada 2018 menjadi 92,65 pada 2020.

Kondisi itu juga dipengaruhi tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, kelompok yang pada 2020 mencapai angka 93,84 dari 2018 yang hanya 91,91.

Momentum perbaikan

Hasil penelitian lembaga-lembaga internasional dan nasional tersebut di atas, sepatutnya menjadi agenda dan pencermatan kita semua, khususnya pemerintah sebagai penanggungjawab jalannya pemerintahan. Beberapa faktor lainnya berupa ketidaksempurnaan regulasi dan faktor perilaku pejabat perlu untuk dilakukan mitigasi secara benar dan beradab.

Tidak boleh demokrasi yang kita perjuangkan secara masif dan struktural pada era reformasi sebagai jalan peradaban bangsa Indonesia, kembali pada titik nadir.

Peringatan Hari HAM Sedunia kali ini haruslah menjadi momentum kita semua untuk melakukan perbaikan yang dapat dimulai dengan berbagai langkah taktis sebagai berikut 

Pertama, memastikan pilar yang paling esensial dalam negara demokrasi yakni kehendak rakyat harus dapat disampaikan dan diekspresikan secara bebas, serta menjadi dasar pelaksanaan kekuasaan oleh pemerintah.

Jaminan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan energi dari rakyat sebagai bentuk pengawasan, koreksi dan masukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dalam prespektif yang lebih luas wujud perlindungan terhadap hal tersebut menjadi bingkai dalam pemenuhan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ilustrasi hak asasi manusia.humanrights.gov Ilustrasi hak asasi manusia.

Kedua, perbaikan pola penegakan hukum, berbagai ekspresi kebebasan, penyampaian pendapat dan pikiran harus direspon secara konstruktif oleh pemerintah. Bukan malah sebaliknya melakukan pemanfaatan melalui jerat regulasi yang tidak konsisten dan memiliki celah yang berimplikasi pada penegakan hukum yang serampangan.

Perubahan juga harus dilakukan di lapangan dengan menghindari konfrontasi dengan masyarakat, penggunaan kekerasan yang tidak proporsional dan sesuai dengan eksalasi peristiwa atau ancamannya.

Ketiga, membangun kesadaran dan pemanfaatan mekanisme hukum melalui gugatan ke pengadilan dalam berbagai format, baik citizen lawsuit ataupun gugatan publik lainnya untuk menguji tindakan pemerintah yang dinilai melawan hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad).

Mekanisme ini sebagai akses yang diberikan oleh hukum untuk mengajukan gugatan ke pengadilan untuk dan atas nama kepentingan warga negara atau untuk dan atas nama kepentingan umum akibat terjadinya kerugian yang timbul dari tindakan, pembiaran atau kelalaian dari penyelenggara negara/otoritas negara dalam menjalankan undang-undang.

Gugatan itu memiliki dua arti yakni sebagai het rechtens te bescherment belang atau kepentingan yang menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum dan processbelang untuk mewujudkan kepentingan proses, yakni hal-hal yang hendak dicapai dengan melakukan gugatan di pengadilan.

Keempat, melakukan review terhadap implementasi penerapan dan muatan materi dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Ketiga regulasi tersebut menjadi dasar dalam perlindungan, pemenuhan, dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

Hal tersebut didasarkan fakta bahwa sampai saat ini atau hampir 21 tahun sejak UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan – berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat mulai dari Peristiwa 1965 -1966, Penembakan Misterius 1982 -1985, Talangsari 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa, Kerusuhan Mei 1998, Triksakti, Semanggi I dan Semanggi II, Wasior dan Wamena, dan Paniai 2014 bisa segera dituntaskan, korban mendapatkan keadilan dan pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Demikian halnya, penerapan UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis juga masih jarang, meskipun berbagai peristiwa yang berdimensi ujaran kebencian karena faktor ras dan etnis seringkali terjadi di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com