Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Saat Katebelece Partai Jadi Penentu Nasib Orang

Kompas.com - 29/11/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEORANG sahabat saya yang bergelar doktor dengan pengalaman akademis yang memukau mendaftar seleksi untuk menjadi direktur jenderal (Dirjen) di sebuah kementerian.

Semua persyaratan telah lengkap. Semua tahapan telah diikuti dengan baik. Nama sahabat saya ini masuk dalam 10 besar untuk finalisasi.

Ia telah menyiapkan dengan baik visi misinya sebagai Dirjen. Busana untuk pelantikan pun sudah ia siapkan.

Dia begitu optimistis dan percaya dengan integritas panitia seleksi akhir. Begitu nama Dirjen disebutkan di proses rekrutmen akhir, sahabat saya lemas dan kecewa.

Dia ternyata melupakan satu hal: “cantelan” partai politik. Ia tidak punya "cantelan".

Sementara, Dirjen baru yang ditabalkan merupakan mantan tim pemenangan kampanye presiden. Di tempat kerja sebelumnya, Dirjen baru ini juga dikenal sebagai "corong" penyokong partai politik tertentu.

Kebetulan yang memang betul, sang menteri di kementerian tersebut juga berasal dari partai yang sama.

Sahabat saya yang piawai di riset kuantitatif, pengajar di sekolah kedinasan ternama, berlatar belakang pekerja media, dan mempunyai nilai akademis cum laude tidak berdaya menghadapi  pesaingnya yang “diendorse” partai.

Kepandaian dan integritas tidak diperlukan lagi di era sekarang.

Bukan cuma sahabat saya yang satu ini yang gagal, sahabat-sahabat saya yang lain pun, yang modalnya "cuma" independensi dan integritas, mengalami nasib yang sama: gagal dan gagal lagi di berbagai seleksi anggota komisi yang membuka rekrutmen terbuka.

Bisa dipastikan, calon yang lolos di tahap akhir akan saling berburu mencari "cantelan" ke berbagai partai politik yang berkuasa.

Di era reformasi ini, usai era diktatorial Soeharto, partai politik menemukan singgasana kekuasaannya.

Kader maupun simpatisan partai politik (yang berkuasa) saling berlomba mengisi posisi, entah di jabatan publik, direktur, maupun komisaris badan usaha milik negara.

Kompetensi dan latar belakang pengalaman tidak begitu dipedulikan. Semua diisi orang yang “warna” partai politiknya sama atau berjasa sebagai tim sukses atau relawan.

Potensi ini berhasil dimaksimalkan di era pemimpin yang berhasil menguasai dua periode kepemimpinan.

Perilaku di era sekarang ini hanyalah meneruskan tabiat dan kelakuan rezim sebelumnya. Benar kata simbah saya, ”Adigang, adigung, adiguna”.  Mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepintaran. untuk meraih jabatan.

Ada simbiosis mutualisme antara partai politik dan mereka yang duduk di berbagai posisi kekuasaan entah itu sebagai pejabat publik, komisioner di berbagai komisi, direktur dan komisaris, kepala desa, hingga jabatan di lingkungan perumahan seperti ketua rukun warga dan rukun tetangga. 

Harus saling menguntungkan. Partai dapat apa, kamu mau apa?

Menasdemkan Kementerian Pertanian?

Beberapa waktu lalu publik merasa jengah dan terkejut ketika foto-foto sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) mengenakan seragam Kostranas Partai Nasdem yakni baju loreng biru beredar di berbagai lini masa dan pemberitaan media.

Acara dihadiri Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang juga kader Nasdem. Nampak juga pejabat Kementerian Pertanian yang mengenakan seragam partai tanpa malu-malu. Mereka terlihat tertawan lebar (Kompas.tv, 16 November 2021).

Baca: Foto PNS Kementan Pakai Baju Loreng Khas Partai Nasdem, Pimpinan DPR Ingatkan Kode Etik ASN

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com