Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Jika UU Cipta Kerja Tidak Diperbaiki, Timbul Kekacauan Hukum

Kompas.com - 26/11/2021, 11:54 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat dan meminta UU tersebut diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah tidak punya pilihan terhadap putusan MK tersebut selain bekerja keras untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, jika UU Cipta Kerja tidak dapat diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun, maka seluruh aturan yang diatur dalam UU tersebut akan kembali ke Undang-Undang yang lama.

"Ini jelas dapat menimbulkan kekacauan hukum," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (26/11/2021).

Baca juga: Pakar: MK Mengonfirmasi Buruknya Perumusan UU Cipta Kerja

Yusril juga menyoroti putusan MK lainnya di antaranya yakni melarang pemerintah menerbitkan peraturan pelaksanaan dan kebijakan baru yang berdampak luas berdasarkan UU Cipta Kerja selama belum diperbaiki.

Ia menilai, putusan MK tersebut berdampak luas terhadap kebijakan-kebijakan yang ingin dilakukan pemerintah yang sebagian besar berdasarkan pada UU Cipta Kerja.

"Tanpa adanya perbaikan segera, kebijakan baru yang diambil presiden otomatis terhenti. Ini berpotensi melumpuhkan pemerintah yang justru ingin bertindak cepat memulihkan ekonomi yang terganggu akibat pandemi," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Yusril mengatakan, ada dua cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.

Pertama, memperkuat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menjadi leader dalam merevisi UU Cipta Kerja.

Baca juga: MK Sebut Pembentuk UU Bisa Kaji Ulang Pasal-pasal UU Cipta Kerja yang Dipersoalkan Masyarakat

Kedua, pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah.

Menurut Yusril, keberadaan kementerian baru itu sebenarnya sudah disepakati antara pemerintah dengan DPR pada akhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Namun, hingga kini kesepakatan itu belum dilaksanakan karena terbentur dengan pembatasan jumlah kementerian yg diatur dalam UU Kementerian Negara.

"Sesuai kesepakatan, sebelum kementerian tersebut terbentuk, maka tugas dan fungsinya dijalankan oleh Kementerian Hukum dan HAM," ucapnya.

Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Sulit Dipahami, Ini UU Baru, Perubahan, atau Pencabutan?

Lebih lanjut, Yusril mengaku tak heran dengan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Ia mengatakan, pemerintah masih beruntung karena MK menyatakan UU tersebut inkonstitusional secara bersyarat.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com