JAKARTA, KOMPAS.com - Pendapat tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) cacat formil dinilai tepat.
Pendapat itu disampaikan dalam sidang putusan uji fomil atas UU Minerba.
Kendati MK menolak permohonan uji formil serta menyatakan dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum, namun Wahiduddin Adams, Saldi Isra dan Suhartoyo memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
"Saya kira tiga hakim konstitusi yang dissenting opinion itu benar," kata salah satu pemohon, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Tamsil Linrung, saat dihubungi, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU Minerba, Tiga Hakim Sampaikan Perbedaan Pendapat
Diketahui Tamsil merupakan pimpinan Komisi VII DPR yang membidangi isu sumber daya mineral pada periode 2014-2019.
Ia menuturkan, saat itu Komisi VII tidak melanjutkan pembahasan RUU Minerba karena pertimbangan waktu yang mendesak.
Sebab, masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 akan berakhir dalam dua bulan.
"Sudah tidak cukup waktu untuk dapat menyerap aspirasi masyarakat, apalagi Presiden belum menyampaikan DIM (daftar inventarisasi masalah)," ujar Tamsil.
Dengan demikian, menurut Tamsil, pembahasan RUU Minerba pada periode berikutnya harus dimulai dari awal berdasarkan mekanisme carry over.
Adapun, UU Minerba disahkan pada 2020, tetapi pembahasannya telah dilakukan di DPR pada periode 2014-2019.
"Jadi jelas bahwa pembahasan tersebut tidak prosedural, cacat formil," kata dia.
Baca juga: Beda Pendapat, Tiga Hakim MK Sebut Pembentukan UU Minerba Cacat Formil
Diberitakan, dalam sidang putusan uji formil, Rabu (27/10/2021), tiga hakim konstitusi menilai rancangan UU Minerba tidak memenuhi syarat mekanisme lanjutan pembahasan atau carry over di DPR.
Berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ada dua syarat yang harus dipenuhi terkait carry over, yakni tahap pembahasan DIM serta adanya kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
"Sepanjang bukti-bukti yang disampaikan dan fakta yang terungkap di persidangan Mahkamah Konstitusi adalah benar telah ada kesepakatan menjadikan RUU Minerba menjadi RUU carry over kepada keanggotaan DPR periode 2019-2024," kata Wahiddudin.
"Artinya salah satu persyaratan untuk ruu carry over telah terpenuhi," ujar dia.
Namun, menurut Wahiduddin, UU Minerba belum memenuhi syarat pertama, karena RUU tersebut belum memasuki tahapan pembahasan DIM.
Hal itu diketahui dari keterangan DPR dalam persidangan, yang menyatakan rapat DPR pada 25 September 2019 hanya beragendakan penyerahan DIM.
"Pada malam harinya baru dibentuk panitia kerja atau panja. Oleh karenanya dalam batas pelayanan yang wajar dapat dipastikan tidak akan pernah dilakukan pembahasan DIM sebelum dilakukan penyerahan pada 25 September 2019," kata Wahiduddin.
Baca juga: Saat 3 Hakim MK Sebut UU Minerba Cacat Formil, tapi Gugatannya Tetap Ditolak...
Uji formil tersebut diajukan untuk menggugat proses pembentukan dan pembahasan UU Minerba yang dinilai cacat, tidak transparan, dan menyalahi ketentuan perundang-undangan.
Ada tiga hal pokok yang menjadi pertimbangan uji formil UU Minerba. Pertama, UU Minerba dinilai tidak memenuhi kriteria carry over.
Kedua, tidak adanya pelibatan peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam pembahasan UU Minerba.
Ketiga, pemohon menyoroti soal asas keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.