Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Masih di Sekitaran Pembantaian Tragedi 1965

Kompas.com - 27/10/2021, 11:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Robert Cribb mencatat, di Aceh yang pengaruh muslimnya sangat kuat dan dukungan terhadap PKI sangat kecil serta terpusat di perkotaan tetapi ada ada kader PKI berikut keluarganya yang dibantai habis di awal Oktober 1965.

Tidak jauh dari Kota Metro, Lampung, juga terjadi pembantaian yang menelan cukup banyak korban. Korban kebanyakan para transmigran asal Jawa dan pelakunya adalah penduduk muslim setempat yang merasa terganggu dengan kedatangan pendatang asal Jawa.

Paul Webb menulis pembantaian di Nusa Tenggara Timur. Korbannya para pendeta Protestan, staf universitas dan guru yang kerap menyuarakan keadilan para petani miskin.

Di Timor, Solor, kelompok-kelompok pemujaan setempat seperti gerakan Makdok masyarakat Timor yang tidak tahu tentang ideologi PKI, ditangkap dan dibunuh oleh militer.

Di Lombok tercatat ada 50.000 orang telah dibantai di awal 1966, korbannya sebagian besar warga asal Bali dan Cina serta pembantainya sebagian besar adalah warga muslim Sasak.

Pembantaian juga dilaporkan terjadi di Kalimantan Barat di bulan Oktober dan November 1967. Korbannya sebagian besar orang-orang Cina dan pelakunya warga Dayak asli.

Sebelum tragedi 1965, Kalimantan Barat adalah basis operasi perlawanan Indonesia terhadap Malaysia yang dibantu gerilyawan etnik Cina di sepanjang perbatasan dengan Sarawak.

Pihak Angkatan Darat melakukan perang psikologis besar-besaran untuk menghasut suku Dayak agar melawan orang-orang Cina.

Sejarah adalah kebenaran yang selalu terbuka

Dengan maraknya pemberitaan luar negeri berdasar dokumen yang telah terdeklasifikasi setidaknya membuka kotak pandora mengenai kebenaran sejarah yang tidak bersifat tunggal.

Sejarah terus membutuhkan klarifikasi baru agar fakta-fakta yang belum terungkap bisa tergali lagi.

Pembantaian massal 1965-1966 tidak boleh terulang lagi mengingat kejahatan kemanusian terbesar adalah pelenyapan anak bangsa. Mereka adalah saudara-saudara kita yang sial karena menjadi tumbal politik.

Tidak boleh ada pengingkaran karena pembantaian massal 1965-1966 memang terjadi dan masih ada korban yang bisa bersaksi.

Semakin kita menyimpan rapat kebenaran sejarah maka kebenaran sejarah akan menemukan jalannya sendiri. Satu persatu kepingan sejarah telah terungkap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com