Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Masih di Sekitaran Pembantaian Tragedi 1965

Kompas.com - 27/10/2021, 11:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Hampir setiap hari, saya menyaksikan mayat-mayat yang mengapung di Bengawan Madiun. Banyak diantaranya sudah tidak berkepala lagi. Berita yang sampai ke telinga anak-anak dan remaja seperti saya, mayat-mayat itu adalah anggota PKI atau simpatisannya. Mereka adalah “orang jahat.”

(Hermawan Sulistyo dalam Palu Arit di Ladang Tebu – Sejarah Pembantaian Massal Yang Terlupakan 1965-1966)

SETIAP mengulas topik ini saya selalu membayangkan kritik dan kecaman yang akan muncul dari pembaca. Padahal, latar belakang keluarga saya adalah dari kelompok penumpas Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ayah saya personel militer yang berasal dari salah satu batalion di Kodam VIII Brawijaya yang terlibat dalam Operasi Trisula untuk menumpas sisa-sisa gerombolan PKI di Blitar Selatan, Malang Selatan, dan Tulungagung pada 1968.

Saya lahir di 1967, sudah 5 kali menunaikan ibadah Haji dan Umroh ke Tanah Suci. Tidak ada satu pun keluarga saya terkait dengan PKI dan organisasi mantelnya.

Ketertarikan saya pada topik PKI di sekitaran Peristiwa 1965 dengan segala eksesnya lebih karena alasan kemanusiaan.

Karena bagaimana pun, penyelesaian kasus ini masih jauh dari kata tuntas dan terus meninggalkan luka di sebagian anak bangsa. Terutama kepada sanak keluarga yang terus mendapat stigma dan labeling “PKI”.

Dalam sejarah pembunuhan massal sepanjang abad ke-20, pembantaian anggota dan simpatisan PKI pada 1965-1966 adalah salah satu yang terbesar.

Kejadian ini menjadi paling sedikit dipelajari, selain langkanya sumber-sumber dan bahan kajian yang tersedia juga adanya hambatan politis untuk melakukan penelitian.

Dokumen diklasifikasi

Ingatan kelam bangsa kembali terkuak usai sejumlah media asing menyoroti keterlibatan Inggris dalam pembantaian 1965-1966 setelah muncul laporan dari Observer (Kompas.com, 25/10/2021).

Bahkan The Guardian media yang terbit sejak tahun 1821 menerbitkan ulasan berdasarkan dokumen yang dideklasifikasi tentang bagaimana propaganda Perang Dingin Kementerian Luar Negeri, Departemen Riset Informasi (IRD) Inggris mengambil keuntungan dari kudeta yang gagal.

Pejabat Inggris telah mengarahkan buletin dan siaran radio yang menghasut kaum anti komunis Indonesia termasuk para jenderal TNI-AD sayap kanan. Inggris menyerukan “PKI dan semua organisasi komunis” harus dilenyapkan.

The Guardian menyebut propaganda hitam Inggris berasal dari “patriot Indonesia” yang diasingkan padahal ditulis oleh operator Inggris di Singapura.

Tidak ada bukti PKI terlibat dalam kudeta yang gagal. Justru Soeharto yang diuntungkan sehingga berhasil korupsi selama 32 tahun pemerintahannya.

South China Morning Post salah media asal China menulis keterlibatan Inggris dalam pembantaian 1965-1966 memang telah lama dicurigai.

Bersumber dari deklasifikasi dokumen Inggris baru-baru ini, unit propaganda bayangan dari Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris membantu menghasut terjadinya pembantaian masssal di Indonesia sepanjang 1965-1966.

Akibatnya, pemerintahan Soekarno jatuh dan melegitimasi pelantikan diktator Soeharto.

South China Morning Post juga mengungkapkan campur tangan Inggris mengakibatkan ketakutan yang meluas terhadap pengaruh komunisme dan sentimen anti China meskipun tidak ada bukti bahwa China terlibat dalam gejolak di periode 1965.

Sementara media yang berbasis di Hongkong, UCA News, mengangkat isu keterlibatan Inggris dalam pembantaian 1965-1966 berdasar pemberitaan artikel The Guardian.

Dengan menyebarkan propaganda hitam yang dibuat Inggris sendiri, Inggris meminta orang-orang terkemuka Indonesia untuk “menyingkirkan” semua yang dianggap “kanker komunis”.

Tercatat ada 500 ribu orang hingga 3 juta orang tewas dalam pembantaian 1965-1966 di Indonesia karena dianggap komunis atau PKI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com