KOMPAS.com – Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, masa karantina lima hari bagi pelaku perjalanan internasional akan berakibat pada masuknya varian virus SARS CoV-2 ke Indonesia.
"Artinya masa karantina lebih efektif dilakukan selama delapan hari. Tidak masalah apabila diturunkan lagi menjadi lima hari, tetapi mari amati saja kalau nanti ada masuk varian Covid-19 baru. Maka akan kami ingatkan lagi," ucapnya, seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (14/10/2021).
Seperti diketahui, pemerintah sempat mengurangi masa karantina pelaku perjalanan internasional menjadi lima hari pada Januari 2021.
Masdalina menilai, rencana pengurangan masa karantina tersebut tidaklah tepat. Sebab, meski kasus Covid-19 sudah berada di titik rendah, tetapi situasi penularan virus SARS CoV-2 masih terjadi dalam transmisi komunitas.
Baca juga: Luhut: Masa Karantina 5 Hari Berlaku untuk Semua Pelaku Perjalanan Internasional
"Kalau mengurangi lima hari karena Covid-19 itu sudah terkendali saya kira tidak tepat. Mengapa? Alasannya karena Indonesia masih berada pada situasi transmisi komunitas dan itu artinya belum terkendali," katanya.
Ketidaksetujuan Masdalina semakin kuat karena masa inkubasi rata-rata terjadi pada hari kelima dan keenam.
Terlebih, sebut dia, penderita Covid-19 terkadang tidak merasakan gejala tetapi masih bisa menularkan virus.
"Meski penularannya kecil dan mencegah penularan dengan menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) di masyarakat, tetapi lima hari masih puncak-puncaknya," ujar Masdalina.
Baca juga: Kegiatan Ekonomi Dibuka September 2021, Luhut: Tergantung Vaksinasi, 3T dan 3M
Ia menyatakan, pihaknya akan menantikan hasil evaluasi kebijakan karantina tersebut apabila muncul varian lain. Menurutnya, kemunculan varian virus SARS CoV-2 merupakan salah satu kontribusi dari penyingkatan masa karantina.
Pembukaan pariwisata Bali masih terlalu dini
Seiring dengan pengurangan masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional, sebelumnya pemerintah berencana membuka pintu masuk bagi turis mancanegara untuk berwisata ke Bali.
Menanggapi rencana tersebut, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Netty Prasetiyani menilai, rencana pembukaan pariwisata Bali berpotensi menimbulkan masuknya varian baru Covid-19 yang datang dari luar negeri.
Baca juga: Pemerintah Akan Lakukan Simulasi Sebelum Buka Pariwisata Bali untuk Turis
"Kalau mau jujur, menurut saya pembukaan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai masih terlalu dan mengkhawatirkan," imbuhnya.
Terlebih, kata Netty, beberapa negara tetangga yang dekat dengan Indonesia, seperti Singapura dan Malaysia sedang menghadapi kenaikan kasus pandemi Covid-19 susulan
Politikus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berpendapat, pemerintah hendaknya lebih memprioritaskan sektor kesehatan masyarakat apabila ingin membuka pintu penerbangan internasional.