Menurut Kamus Hukum (Marwan dan Jimmy: 2009), amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.
Dalam Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi disebutkan, akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang tersebut dihapuskan.
Terbaru, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi. Saiful merupakan dosen Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Saat ini, proses pemberian amnesti terhadap Saiful hanya menunggu respons DPR.
Baca juga: Awal Mula Saiful Mahdi Dijerat UU ITE hingga Dapat Amnesti dari Jokowi
Sebelumnya, Saiful divonis tiga bulan penjara dan harus membayar denda sebesar Rp 10 juta karena terjerat UU ITE.
Contoh lainnya, ketika Presiden Jokowi pada 2019 memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun yang semula divonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta dengan UU ITE.
Dengan amnesti tersebut, semua hukum yang menjerat Baiq Nuril dihapuskan. Pemberian amnesti kepada Baiq Nuril itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2019.
Dalam Kamus Hukum, abolisi merupakan suatu hak untuk menghapuskan seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Sama seperti amnesti, kewenangan Presiden memberikan abolisi juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 14 Ayat (2). Abolisi diberikan Presiden juga dengan pertimbangan DPR.
Disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 bahwa dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang yang menerima abolisi ditiadakan.
Sebagai contoh, abolisi pernah diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Abolisi ini kemudian dikukuhkan melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2005.
Baca juga: Yusril Sarankan Jokowi Gunakan Hak Abolisi untuk Kasus Rizieq
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat (1), grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa peringanan atau perubahan jenis pidana, pengurangan jumlah pidana, atau penghapusan pelaksanaan pidana.
Pemberian Grasi sebagaimana bunyi Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945, Presiden memberikan grasi atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Grasi pernah diberikan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2015 kepada lima tahanan politik Papua yang divonis bersalah karena terlibat pembobolan gudang senjata Kodim 1710/Wamena pada 2003 lalu.
Contoh lainnya adalah Presiden Jokowi mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.